Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Kritik Jangka Waktu Penyadapan dalam RUU Antiterorisme

Kompas.com - 16/04/2018, 22:30 WIB
Moh Nadlir,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengkritik pasal yang mengatur jangka waktu penyadapan terhadap terduga teroris, sebagaimana tertuang dalam Pasal 31 Ayat (3) Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti-terorisme.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam mengatakan, lamanya waktu penyadapan hingga satu tahun dianggap tak memiliki logika penegakan hukum.

"Satu tahun, itu tidak hanya lama, tapi pulsa habis itu. Satu tahun itu menurut saya tidak memiliki logika penegakan hukum," kata Choirul di kantornya, Jakarta, Senin (16/4/2018).

Choirul pun menganggap, lamanya waktu penyadapan tersebut keterlaluan.

Apalagi dalam Pasal 31 Ayat (3) tersebut, jangka waktu penyadapan bisa diperpanjang maksimal satu tahun lagi.

"Orang bisa ditangkap dan ditahan 14 hari pertama, kemudian ditambah tujuh hari berikutnya. Terus masih disadap sampai setahun itu keterlaluan dalam konteks pendekatan hukum," kata Choirul.

(Baca juga: Komnas HAM Usul Tempat Penahanan Terduga Teroris Diatur dalam RUU Anti-Terorisme)

Apalagi, menurut Choirul, urgensi dan rujukan lamanya jangka waktu penyadapan tersebut dapat dilakukan, belum bisa dijelaskan oleh Pansus RUU Anti-terorisme.

"Lamanya waktu penyadapan berpotensi melanggar hak dan kebebasan individual," ujar Choirul.

Tak hanya itu, kata Choirul, tindakan penyadapan tersebut juga sangat tidak masuk akal dan sangat menganggu kebebasan warga negara.

Untuk itu, Komnas HAM mendesak dilakukan rasionaliasi jangka waktunya.

"Jangan setahun untuk menyadap, harus ada kerangka waktu sendiri. Kalau enggak proses penyalahgunaannya enggak karuan, apalagi proses akuntabilitasnya enggak ada," ujar Choirul.

(Baca juga: Dianggap Negatif, Definisi Terorisme dalam RUU Anti-terorisme Masih Dirumuskan)

Sebelumnya, pemerintah dan Pansus RUU Anti-terorisme menyepakati bahwa penegak hukum bisa menyadap terduga terorisme sebelum aksi teror dilancarkan.

Penyadapan terduga teroris ini bisa dilakukan sebelum izin penyadapan dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Namun, intersepsi hanya bisa dilakukan dalam keadaan mendesak.

Penyadapan tersebut juga bisa dilakukan dengan mengacu pada tiga poin.

Tiga poin tersebut adalah bahaya maut atau luka fisik yang serius dan mendesak, pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau pemufakatan jahat yang merupakan karakteristik tindak pidana terorganisasi.

Adapun aturan penyadapan dalam RUU Anti-terorisme ini diatur dalam Pasal 31a yang berbunyi:

"Dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penyadapan terlebih dahulu terhadap orang yang diduga mempersiapkan, merencanakan dan/atau melaksanakan tindak pidana terorisme dan setelah pelaksanaannya dalam jangka waktu paling lama 3 hari wajib memberitahukan kepada ketua pengadilan utk mendapatkan persetujuan."

Kompas TV Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun dibuat gemas dengan kinerja anggota dewan yang tidak kunjung merampungkan revisi undang undang anti-terorisme.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com