JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Pemberantasan Terorisme saat ini tengah merumuskan definisi tindak pidana terorisme.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan, saat ini definisi yang ada di dalam UU Antiterorisme dianggap negatif.
Definisi itu sebelumnya juga dikeluhkan oleh banyak elemen masyarakat, khususnya organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.
"Definisi di UU terorisme sekarang itu definisi negatif. Begini, terorisme adalah tindak pidana sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang ini," kata Arsul di Kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
Menurut UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, "tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini".
(Baca juga: Hampir Selesai, Bola RUU Anti-terorisme Ada di Pemerintah)
UU Anti-terorisme itu juga telah menjelaskan lebih lanjut apa saja perbuatan yang dikategorikan ke dalam tindak pidana terorisme.
Arsul mengakui, DPR saat ini belum punya definisi yang ideal mengenai pengertian tindak pidana terorisme.
"Itu lagi kami bicarakan, defisininya seperti apa, itulah yang sedang kami perdebatkan," kata Arsul.
DPR pun, kata dia, telah meminta masukan dari berbagai pihak. Misalnya, DPR minta masukan TNI dan Polri, akademisi, serta masyarakat sipil mengenai definisi yang relevan dengan konteks saat ini.
"Lagi kami godok, karena banyak sumbangan definisi. TNI dan Polri kasih sumbangan definisi, dari akademisi juga ada, masyarakat sipil juga," kata dia.
(baca juga: RUU Anti-terorisme Lama Selesai karena Bahas Pelibatan TNI )
Menurut Arsul, intinya definisi tersebut harus bisa menjelaskan bahwa tindak pidana terorisme itu tidak berkaitan dengan kelompok agama tertentu.
"Ini adalah sebuah tindak pidana yang bisa dilakukan oleh siapa saja, oleh agama apa saja, dan itu kemudian jangan dikaitkan, karena bisa menimbulkan stigma," ucap Arsul.
Sementara itu, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, tindak pidana terorisme harus didefinisikan sebagai tindak pidana kejahatan dan bukan sebagai kejahatan keamanan negara.
"Terorisme juga merupakan bentuk ancaman kekerasan, untuk mencapai rasa takut atau teror dan ada tujuan-tujuan politik. Itulah definisi terorisme," kata dia.
Hanya saja, Al Araf mengingatkan, penting diberikan penjelasan, tindak pidana terorisme itu tidak termasuk kritik kelompok oposisi terhadap pemerintah.
"Supaya kemudian masyarakat yang kritis terhadap penguasa tidak dikategorikan sebagai teroris. Jadi itu yang pas," kata dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.