"Karena itu seharusnya ada perhatian lebih dari Kementrian BUMN untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi ulang aset-aset negara yang dikuasai," kata Fickar.
Mahkamah Agung juga diminta lebih peka. Menurut Fickar, untuk memusnahkan budaya koruptif di lembaga peradilan, tidak cukup dengan hanya menciptakan sistem pengawasan yang ketat.
Di balik sistem tersebut, kata dia, tetap pengendalinya adalah manusia.
Dari sisi pendapatan, gaji para hakim sudah cukup memadai sehingga kebutuhannya sehari-hari tercukupi.
"Tetapi bagaimana dengan menghilangkan penyebab korupsi karena keserakahan, harus menjadi perhatian khusus MA," kata Fickar.
(Baca juga : Mahkamah Agung Sesalkan Perbuatan Hakim dan Panitera PN Tangerang yang Kena OTT KPK)
MA menyesalkan
Mahkamah Agung menyesalkan perbuatan hakim Wahyu Widya Nurfitri dan panitera pengganti pada PN Tangerang Tuti Atika yang terlibat kasus dugaan suap.
"Perisitwa ini sangat disesalkan oleh lembaga Mahkamah Agung," kata Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi, dalam jumpa pers bersama KPK, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Padahal, lanjut Suhadi, MA sedang melakukan reformasi peradilan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
Ia mengatakan, sudah banyak regulasi yang dibuat MA untuk mencegah aparaturnya melakukan perbuatan menyimpang, antara lain lewat Peraturan Mahakamah Agung Nomor 7, 8, dan 9 Tahun 2016.
Perma nomor 7 yakni tentang penegakan disiplin kerja hakim pada Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya.
Sedangkan Perma nomor 8 pengawasan dan pembinaan atasan langsung di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.
Perma nomor 9 mengatur tentang pedoman penanganan pengaduan (whistleblowing system) di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.
Aturan tersebut, kata Suhadi, membuka kesempatan masyarakat untuk melaporkan aparatur pengadilan yang menyimpang.
Suhadi mengatakan, ada pula Maklumat MA Nomor 1 Tahun 2017 yang menegaskan tidak ada toleransi bagi aparatur pengadilan yang melakukan pelanggaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.