Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Kembali Ditangkap, Dasar Bebal!

Kompas.com - 14/03/2018, 12:38 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, nilai suap yang menjerat hakim Pengadilan Negeri Tangerang terbilang kecil dibandingkan dengan gajinya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kurangnya penghasilan bukan faktor utama korupsi bisa terjadi.

Ia menilai, korupsi dan suap seolah sudah menjadi budaya yang mengakar di dunia peradilan. Padahal, sudah banyak contoh oknum peradilan yang terciduk karena korupsi.

"Ini sangat memprihatinkan. Istilah sehari-hari bisa disebut bebal," ujar Fickar melalui keterangan tertulis, Rabu (14/3/2017), menanggapi operasi tangkap tangan KPK di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten.

(Baca juga : Kronologi OTT Hakim dan Panitera PN Tangerang)

Fickar mengatakan, Mahkamah Agung sudah mengerahkan berbagai upaya untuk mencegah para hakimnya untuk korupsi.

Gaji hakim sudah besar. Aaturan yang dibuat juga ketat. Ada pula sistem pelayanan terpadu untuk menghindari adanya potensi penyelewengan.

"Sudah berusaha diperbaiki di segala sektor, tetapi manusianya sudah bebal, tidak bisa berubah dan selalu mengulangi perbuatan negatif ini terus menerus, berulang, dan meregenerasi dengan lancar," kata Fickar.

Menurut Fickar, untuk kasus-kasus yang menarik perhatian publik biasanya lebih sulit melakukan cawe-cawe hakim dengan pihak yang berperkara.

(Baca juga : Ekspresi Hakim dan Panitera Pengganti PN Tangerang Saat Ditahan KPK)

Sementara kasus yang ditangani hakim Pengadilan Negeri Tangerang Wahyu Widya Nurfitri merupakan kasus perdata.

Kasus tersebut, kata dia, kurang diperhatikan masyarakat sehingga dengan bebas melakukan suap menyuap tanpa terpantau masyarakat atau media.

"Yang ironis justru banyak dilakukan oleh hakim-hakim senior yang menjelang pensiun," kata Fickar.

Putusan yang akhirnya dibuat hakim pascamenerima suap justru menyebabkan raibnya aset negara karena kasus perdata itu.

Dengan modus perdata, melalui perjanjian, joint venture, sewa dan penguasaan aset, tidak sedikit pihak swasta justru menguasai aset negara melalui putusan pengadilan yang hakimnya menerima suap.

Fickar mengatakan, banyak aset negara BUMN yang raib tak terselamatkan. Ia menyebutkan, aset BUMN besar seperti Pertamina, Pelindo, KBN, dan PT Kereta Api Indonesia berpindah tangan karena putusan pengadilan.

Oleh karena itu, ia meminta Kementerian BUMN mengawasi jangan sampai modus investasi menggerogoti pemilikan aset negara oleh swasta.

"Karena itu seharusnya ada perhatian lebih dari Kementrian BUMN untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi ulang aset-aset negara yang dikuasai," kata Fickar.

Mahkamah Agung juga diminta lebih peka. Menurut Fickar, untuk memusnahkan budaya koruptif di lembaga peradilan, tidak cukup dengan hanya menciptakan sistem pengawasan yang ketat.

Di balik sistem tersebut, kata dia, tetap pengendalinya adalah manusia.

Dari sisi pendapatan, gaji para hakim sudah cukup memadai sehingga kebutuhannya sehari-hari tercukupi.

"Tetapi bagaimana dengan menghilangkan penyebab korupsi karena keserakahan, harus menjadi perhatian khusus MA," kata Fickar.

(Baca juga : Mahkamah Agung Sesalkan Perbuatan Hakim dan Panitera PN Tangerang yang Kena OTT KPK)

MA menyesalkan

Mahkamah Agung menyesalkan perbuatan hakim Wahyu Widya Nurfitri dan panitera pengganti pada PN Tangerang Tuti Atika yang terlibat kasus dugaan suap.

"Perisitwa ini sangat disesalkan oleh lembaga Mahkamah Agung," kata Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi, dalam jumpa pers bersama KPK, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Padahal, lanjut Suhadi, MA sedang melakukan reformasi peradilan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Ia mengatakan, sudah banyak regulasi yang dibuat MA untuk mencegah aparaturnya melakukan perbuatan menyimpang, antara lain lewat Peraturan Mahakamah Agung Nomor 7, 8, dan 9 Tahun 2016.

Perma nomor 7 yakni tentang penegakan disiplin kerja hakim pada Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya.

Sedangkan Perma nomor 8 pengawasan dan pembinaan atasan langsung di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.

Perma nomor 9 mengatur tentang pedoman penanganan pengaduan (whistleblowing system) di Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.

Aturan tersebut, kata Suhadi, membuka kesempatan masyarakat untuk melaporkan aparatur pengadilan yang menyimpang.

Suhadi mengatakan, ada pula Maklumat MA Nomor 1 Tahun 2017 yang menegaskan tidak ada toleransi bagi aparatur pengadilan yang melakukan pelanggaran.

Kompas TV Hanya 20 persen dari rekomendasi KY yang dijalankan oleh MA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com