Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahas RKUHP, Pemerintah dan DPR Diminta Libatkan Berbagai Pihak

Kompas.com - 06/03/2018, 10:35 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Nasional Reformasi KUHP meminta pemerintah dan DPR tidak terburu-buru dalam dalam mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Managing Director Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu, salah satu anggota aliansi mengatakan, RKUHP akan mengikat segala sisi kehidupan masyarakat.

Peraturan tersebut akan memiliki daya paksa untuk menegakkan tertib sosial yang diinginkan oleh pemerintah.

Oleh sebab itu Erasmus memandang bahwa Presiden perlu membuka dialog multi-pihak dan multi-kementerian/lembaga dalam membahas RKUHP.

"Pembahasan RUU Hukum Pidana tidak boleh didominasi oleh ahli hukum pidana saja. Aliansi Nasional Reformasi KUHP mendorong adanya dialog multi-pihak," ujar Erasmus kepada Kompas.com, Selasa (6/3/2018).

(Baca juga: Kronik KUHP: Seabad di Bawah Bayang Hukum Kolonial)

Menurut Erasmus, dialog dan pembahasan RKUHP selama ini didominasi oleh para ahli hukum pidana.

Presiden Joko Widodo sebelumnya sempat bertemu dengan empat orang ahli hukum, yaitu Mahfud MD, Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, Maruarar Siahaan, dan Edward Omar Sharif Hiariej.

Ia menengarai adanya desakan untuk segera mengesahkan RKUHP dalam pertemuan tersebut.

Sementara pasal dalam RKUHP menyentuh segala aspek kehidupan termasuk mengenai kesehatan, perempuan, anak dan segala isu sosial lainnya.

Erasmus menuturkan, saat ini pemerintah dan DPR tidak melihat pemerintah dan DPR memiliki cetak biru pembaruan hukum pidana nasional.

Di sisi lain, lanjut Erasmus, belum ada upaya mencocokan antara RKUHP an Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Hal ini akan memperparah prioritas dari program pembaruan dan pembangunan hukum nasional," kata Erasmus.

(Baca juga: RKUHP Tak Perlu Buru-buru Disahkan Jika Hanya Mengejar "Legacy")

Aktivis ICJR Erasmus Napitupulu di Jakarta, Kamis (2/11/2017).KOMPAS.com/IHSANUDDIN Aktivis ICJR Erasmus Napitupulu di Jakarta, Kamis (2/11/2017).
Erasmus juga mengingatkan bahwa Indeks Demokrasi Indonesia yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik mengalami penurunan pada 2016.

Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan juga menyatakan bahwa aspek kebebasan sipil membawa dampak yang besar pada penurunan Indeks Demokrasi Indonesia.

Karena itu, kata Erasmus, apabila RKUHP buru-buru disahkan akan membawa kontribusi besar pada penurunan Indeks Demokrasi Indonesia di tahun berikutnya.

"Presiden harus mendorong dimulainya dialog dan konsultasi multipihak, agar proses pembaruan hukum pidana nasional dapat lebih diterima oleh masyarakat dan sejalan dengan komitmen negara Republik Indonesia dalam rangka melindungi, menghormati, dan memajukan kebebasan sipil dan politik," ucap Erasmus.

Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo telah memperpanjang masa kerja Panja RKUHP pada masa persidangan IV tahun sidang 2017-2018.

Bambang memprediksi RKUHP dapat dituntaskan pada akhir masa sidang yakni pada bulan April 2018.

"RKUHP kita sudah melakukan perpanjangan terhadap Panja RUU KUHP untuk masa sidang yang akan kita jalani. Mudah-mudahan masa sidang ini bisa kita selesaikan dan tuntaskan sebelum tutup masa sidang," ujar Bambang saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/3/2018).

Mantan Ketua Komisi III itu berharap proses harmonisasi RUU dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, yakni paling lama 20 hari.

Kecuali, kata Bambang, jika memerlukan perumusan ulang, maka Badan Legislasi dapat melakukan perpanjangan untuk jangka waktu dua kali dalam masa sidang.

"DPR dan Pemerintah akan bekerja keras untuk melanjutkan pembahasan RUU yang sudah ditungggu-tunggu oleh masyarakat untuk diselesaikan," kata Bambang.

(Baca juga: Ketua DPR Prediksi Pembahasan RKUHP Akan Tuntas April 2018)

Saat ini pembahasan RKUHP masih menuai polemik dari kalangan masyarakat sipil. Sejumlah pasal yang dianggap warisan kolonial masih saja tercantum dalam RKUHP berdasarkan draf pembahasan per 2 Februari 2018. Misalnya, pasal mengenai penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden.

Tercantum dalam draf RKUHP, pasal penghinaan ini dikenal sebagai "pasal zombie". Sebab, pasal penghinaan presiden dan wakil presiden telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006.

MK sebelumnya menyatakan bahwa pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang tafsirnya rentan dimanipulasi.

Selain itu, RKUHP yang disusun pemerintah juga menuai protes keras karena mencantumkan sejumlah pasal yang dianggap menjerat ranah privat. Salah satu contohnya, pasal perzinaan. Perluasan pasal zina juga diprotes karena rawan menjerat kelompok rentan, salah satunya adalah mengkriminalisasi korban pemerkosaan.

Kompas TV Presiden Joko Widodo mengundang pakar hukum ke Istana Presiden pada Rabu (28/2) kemarin untuk melakukan diskusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com