Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Harap Tewasnya Tahanan di Cirebon Jadi Pembelajaran Polisi

Kompas.com - 13/02/2018, 14:02 WIB
Yoga Sukmana,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI memeriksa dengan serius kasus tewasnya Arif Rahman, tahanan Polres Cirebon di dalam sel akibat pengeroyokan oleh sesama tahanan pada awal Januari lalu.

Hasilnya, Ombudsman menemukan terjadinya kelalaian administrasi yang dilakukan oleh pihak Polres, sehingga membuat Arif Rahmat tewas dikeroyok.

Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan (LHAP) Ombudsman pun langsung dilaporkan kepada Inspaktorat Pengawasan Umum Mabes Polri. Tujuannya, agar ada tindak lanjut akibat kelalaian tersebut.

"Ini menjadi semacam gunung es yang tampak di lautan supaya menjadi pembelajaran bagi Polres yang lain," ujar Komisioner Ombudsman Ardianus Meliala di Kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (13/2/2018).

Adrianus mengatakan, kasus seperti Arif Rahman bukan kali ini saja terjadi. Sebelum adanya kasus ini, Ombudsman sudah beberapa kali menerima laporan serupa.

Namun, tidak semua laporan bisa ditindaklanjuti lantaran keterbatasan anggaran dan pegawai Ombudman. Meski begitu kata Adrianus, Ombudsman selalu meminta Polri memanggil pihak-pihak terkait dengan kasus yang dilaporkan ke Ombudsman.

(Baca juga: Ombudsman: Ada Maladministrasi dalam Kasus Tahanan Tewas di Sel Polres Cirebon)

Sementara untuk kasus Arif Rahman, Ombudsman mengambil langkah untuk mendalami laporan dari masyarakat tentang tewasnya pria 19 tahun itu.

Arif tewas pada 3 Januari 2018, sehari setelah ia ditahan Polres Cirebon lantaran diduga terlibat penjambretan.

Setelah dilakukan pemeriksaan, Ombudsman menemukan bahwa Polres Cirebon lalai dalam hal admintrasi sehingga aksi pengeroyokan tahanan kepada Arif Rahman tidak bisa dihindari.

Pelanggaran administrasi yang dilanggar oleh Polres Cirebon yaitu penyampaian surat penangkapan kepada tersangka yang dilakukan satu hari setelah penangkapan.

Padahal,  dalam Pasal 18 Ayat (1) KUHAP dan Pasal 33 Ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 diatur bahwa surat penangkapan harus diserahkan langsung pada saat penngkapan.

Dengan begitu maka pada saat penangkapan kepada Arif Rahman, tidak disertai dengan surat penangkapan.

Selain itu, Ombudsman juga menemukan kelalaian penjaga tahanan Polres yang membiarkan pengeroyokan terhadap Arif Rahman oleh para tahanan lain.

Sebenarnya kata Ombudsman, ada CCTV tetapi tidak dimonitor. Ketika sudah ada indikasi pengeroyokan, tidak ada penanganan dari pihak Polres sehingga berujung tewasnya Arif Rahman.

Ombudsman juga menilai ada tindakan tidak kompeten yang dilakukan oleh Kasi Propam Polres Cirebon yaitu Sispropam yang hanya memeriksa dan menyidangkan petugas piket jaga pada hari kejadian.

Ombudsman meminta agar Polres Cirebon melakukan evaluasi dan melakukan pemeriksaan kepada pejabat yang saat kejadian menjabat sebagi Kasat Tahanan Titipan (Tahti).

Selain itu, Ombudsman juga meminta agar Polri melakukan review terhadap proses promosi jabatan beberapa pejabat atau anggota pasca kejadian perkara.

Kompas TV Lembaga Ombudsman datang ke lokasi longsor yang berada di dekat jalur kereta Bandara Soekarno-Hatta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com