JAKARTA, KOMPAS.com — Jagat pewayangan khas tanah Jawa memang banyak menginspirasi. Beragam tokoh dengan karakter dan sifat yang menonjol dalam dunia pewayangan sering kali cocok jika digambarkan dengan kehidupan sehari-hari.
Tak terkecuali tokoh Wisanggeni. Dalam cerita Mahabharata versi pujangga Jawa, Wisanggeni merupakan tokoh istimewa.
Putra Arjuna dari seorang bidadari bernama Batari Dresanala, putri Batara Brama, ini digambarkan sebagai pemberani, tegas dalam bersikap, serta memiliki kesaktian luar biasa.
Karakter Wisanggeni adalah mungkak kromo atau tidak menggunakan bahasa yang halus ketika bicara dengan siapa pun. Wisanggeni juga punya kemampuan weruh sadurungin winarah atau mampu melihat hal-hal yang belum terjadi.
Baca juga: Kata Saksi, Gamawan Marah Saat Diberi Saran soal E-KTP dan Salahkan LKPP
Karakter ksatria Wisanggeni seolah muncul dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (1/2/2018). Wisanggeni kini terwujud dalam diri Setya Budi Arijanta, pegawai Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Penggambaran itu dikatakan oleh Yanto, ketua majelis hakim yang memimpin persidangan untuk terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto.
"Berarti, saksi ini kalau dalam dunia pewayangan itu jadi Wisanggeni, tahu yang belum terjadi," kata Yanto.
Dejavu E-KTP
Ucapan Yanto itu bukan tanpa sebab. Sekitar 4-5 tahun lalu, Setya Budi sudah mengetahui bahwa proyek nasional pengadaan e-KTP bakal menjadi skandal megakorupsi.
Setya Budi yang pernah ditugaskan mendampingi proses lelang proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri pada 2011 sudah bisa meramalkan terjadinya kerugian negara. Tak main-main, surat dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencantumkan jumlah kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Angka yang lebih dari setengah nilai proyek itu diduga berasal dari mark up (penggelembungan) harga barang dan jasa.
Baca juga: Saksi LKPP: Kalau Kami Tidak Dituruti, Biasanya Bertemunya di Sini, di Pengadilan
Setya Budi mengatakan, lembaganya telah meminta Gamawan Fauzi selaku menteri dalam negeri untuk menghentikan proses lelang dalam proyek pengadaan e-KTP.
Namun, Gamawan menolak menghentikan proses lelang. Kemendagri tidak mengikuti saran yang dikeluarkan LKPP melalui surat resmi untuk menghentikan proyek yang diduga bermasalah.
Bukannya mengikuti saran, Gamawan malah balik menyalahkan LKPP. Menurut Setya Budi, Gamawan justru menilai sistem LKPP yang buruk.
Menurut Setya Budi, pemenang lelang sudah ditetapkan dan menandatangani kontrak ketika masih ada proses sanggah banding. Hal itu di luar aturan pemerintah soal pengadaan barang dan jasa.
Baca juga: Pegawai LKPP Anggap Pejabat Kemendagri Bunuh Diri dalam Proyek E-KTP
Selain itu, Kemendagri juga tetap menggabungkan paket pekerjaan pengadaan sembilan item dalam proyek e-KTP. Padahal, LKPP menyarankan agar masing-masing paket pekerjaan dilakukan terpisah.
Perbedaan pendapat LKPP dan Kemendagri itu menjadi pembahasan di Kantor Wakil Presiden. Saat itu, Setya Budi tetap pada rekomendasi awal bahwa proyek harus dihentikan.
Namun, Deputi di Kantor Wapres, Sofyan Djalil, meminta agar LKPP dan Kemendagri tidak berselisih di media soal masalah dalam proyek pengadaan e-KTP. Sofyan meminta proyek tetap dilaksanakan.
Menurut Setya Budi, pada akhirnya LKPP menarik diri dari pendampingan karena rekomendasi tidak dijalankan. LKPP sudah menduga masalah akan terjadi.
Kepada hakim, Setya Budi memastikan bahwa prediksinya soal kasus korupsi e-KTP bukan sekadar tebakan. Apalagi, ada kaitannya dengan hal-hal magis.
Menurut dia, ramalan itu didasarkan atas perhitungan yang matang dan disesuaikan dengan aturan yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, LKPP, menurut Setya Budi, juga telah berpengalaman dalam pendampingan proses lelang pengadaan barang dan jasa.
"Kalau kami tidak dituruti, biasanya bertemunya di sini, di pengadilan," kata Setya Budi.