Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permohonan "Justice Collaborator" dan Sikap Novanto yang Tak Sejalan

Kompas.com - 24/01/2018, 10:48 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Setya Novanto, telah mengajukan permohonan sebagai justice collaborator.

Hal itu diakui Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah.

Secara tidak langsung, permohonan itu menyiratkan bahwa mantan Ketua DPR itu bersedia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Dengan kata lain, Novanto bersedia mengakui perbuatan dan mengungkap pelaku lain yang terlibat.

Namun, dalam beberapa persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, permohonan justice collaborator itu seolah tidak pernah diajukan.

Baca juga: Setya Novanto Ajukan Diri Menjadi "Justice Collaborator" Kasus E-KTP

Setya Novanto dan tim pengacara justru terkesan membantah surat dakwaan jaksa.

Setya Novanto hampir tidak pernah memberikan tanggapan saat para saksi yang merupakan pihak money changer menguraikan aliran dana dari perusahaan Biomorf Mauritius kepada keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.

Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto (kiri) didampingi penasihat hukumnya Maqdir Ismail menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/1). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterang saksi dari pegawai perusahan penukaran mata uang asing (money changer) yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK.  ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww/18.Hafidz Mubarak A Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto (kiri) didampingi penasihat hukumnya Maqdir Ismail menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/1). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterang saksi dari pegawai perusahan penukaran mata uang asing (money changer) yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww/18.
Kepada hakim, Novanto hanya menyatakan tidak tahu dan tidak memiliki kaitan dengan  keterangan para saksi.

Senada dengan Novanto, tim pengacara justru mencecar saksi untuk membuktikan bahwa aliran uang jutaan dollar Amerika Serikat itu tidak ada kaitannya dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.

Baca juga: Kata Fahri Hamzah soal Permohonan Setya Novanto Jadi "Justice Collaborator"

Sikap tersebut menjadi perhatian KPK untuk mempertimbangkan permohonan justice collaborator yang diajukan.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, belum ada tanda-tanda sikap Novanto yang menunjukkan pengakuan.

"Saya kira, sejauh ini kami belum lihat hal tersebut, misalnya terkait penerimaan jam dan dugaan penerimaan lain. Kami belum meyakini hal tersebut," ujar Febri di gedung KPK Jakarta, Selasa (23/1/2018).

Terakhir, Novanto secara tegas membantah menerima jam tangan merek Richard Mille dari Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Bantahan itu disampaikan Novanto saat menanggapi keterangan yang disampaikan Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (22/1/2018).

"Demi Tuhan saya tidak pernah menerima jam tangan pada 2012," ujar Setya Novanto.

Baca juga: Setya Novanto: Demi Tuhan, Saya Tidak Menerima Jam Tangan

Halaman:


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com