JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Setya Novanto, telah mengajukan permohonan sebagai justice collaborator.
Hal itu diakui Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah.
Secara tidak langsung, permohonan itu menyiratkan bahwa mantan Ketua DPR itu bersedia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
Dengan kata lain, Novanto bersedia mengakui perbuatan dan mengungkap pelaku lain yang terlibat.
Namun, dalam beberapa persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, permohonan justice collaborator itu seolah tidak pernah diajukan.
Baca juga: Setya Novanto Ajukan Diri Menjadi "Justice Collaborator" Kasus E-KTP
Setya Novanto dan tim pengacara justru terkesan membantah surat dakwaan jaksa.
Setya Novanto hampir tidak pernah memberikan tanggapan saat para saksi yang merupakan pihak money changer menguraikan aliran dana dari perusahaan Biomorf Mauritius kepada keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.
Senada dengan Novanto, tim pengacara justru mencecar saksi untuk membuktikan bahwa aliran uang jutaan dollar Amerika Serikat itu tidak ada kaitannya dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Baca juga: Kata Fahri Hamzah soal Permohonan Setya Novanto Jadi "Justice Collaborator"
Sikap tersebut menjadi perhatian KPK untuk mempertimbangkan permohonan justice collaborator yang diajukan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, belum ada tanda-tanda sikap Novanto yang menunjukkan pengakuan.
"Saya kira, sejauh ini kami belum lihat hal tersebut, misalnya terkait penerimaan jam dan dugaan penerimaan lain. Kami belum meyakini hal tersebut," ujar Febri di gedung KPK Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Terakhir, Novanto secara tegas membantah menerima jam tangan merek Richard Mille dari Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Bantahan itu disampaikan Novanto saat menanggapi keterangan yang disampaikan Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (22/1/2018).
"Demi Tuhan saya tidak pernah menerima jam tangan pada 2012," ujar Setya Novanto.
Baca juga: Setya Novanto: Demi Tuhan, Saya Tidak Menerima Jam Tangan
Dalam persidangan, Andi mengatakan, awalnya pemberian jam tangan seharga 135.000 dollar AS itu atas inisiatif Johannes Marliem.
Marliem merupakan perwakilan perusahaan Biomorf, vendor produk biometrik merek L-1.
Menurut Andi, jam tangan itu diberikan kepada Novanto pada Desember 2012.
Pemberian jam itu sebagai hadiah ulang tahun dan ucapan terima kasih atas bantuan Novanto dalam pengurusan anggaran e-KTP di DPR.
Baca juga: Hakim Pastikan Setya Novanto Terima Arloji Seharga 135.000 Dollar AS
Namun, menurut Andi, jam tangan itu pernah diperbaiki dan dibawa kembali ke Amerika Serikat karena rusak. Kemudian, Novanto mengembalikan jam tersebut pada awal 2017.
"Pada 2017 awal, jam itu dikembalikan kepada saya karena ada ribut-ribut e-KTP. Lalu, saya jual di Blok M sekitar Rp 1,3 miliar," kata Andi.
Seusai Andi memberi keterangan, Novanto menanyakan jenis dan tipe jam tangan yang dimaksud Andi. Menurut Novanto, setiap tipe memiliki kode tahun pembelian.
Novanto sendiri mengaku memiliki beberapa jam dengan merek serupa.
"Kalau diperbaiki, lalu saya ambil, semestinya ada surat karena Richard Mille ketat sekali. Saya sering jual bekas, semakin lama semakin harganya lebih mahal," kata Novanto.