JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ketiga pasal tersebut mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan.
Namun, banyak pihak yang salah memahami putusan tersebut. Belakangan banyak beredar postingan di media sosial yang menuduh MK telah melegalkan perbuatan zina dan homoseksual dalam putusannya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pun angkat bicara terkait hal itu.
Melalui akun Twitter pribadinya, Mahfud menegaskan bahwa MK menolak memberikan perluasan tafsir ketiga pasal seperti yang dimohonkan oleh pemohon.
Yg krng paham, menuding MK membuat vonis membolehkan Zina & LGBT. Yg benar MK hny menolak memberi perluasan tafsir atas yg ada di KUHP, bkn membolehkan atau melarang. MK memang tak blh membuat norma. Larangan zina dan LGBT bs dilarang di dlm UU. Dan itu skrng sdh ada di RUU KUHP.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) December 15, 2017
Ia menegaskan, sebagai lembaga yudikatif, MK tak memiliki wewenang untuk membuat norma hukum baru.
"Yang kurang paham, menuding MK membuat vonis membolehkan zina dan LGBT. Yang benar MK hanya menolak memberi perluasan tafsir atas yang ada di KUHP, bukan membolehkan atau melarang. MK memang tak boleh membuat norma," ujar Mahfud seperti dikutip dari akun Twitter @mohmahfudmd, Minggu (17/12/2017).
Mahfud menjelaskan, mengatur untuk membolehkan atau melarang suatu perbuatan merupakan ranah legislatif atau pembuat undang-undang, yakni Presiden dan DPR.
Bukan begitu. Mengatur utk membolehkan atau melarang sesuatu itu adl ranah legislatif, bukan ranah yudikatif. MK menolak memberi tafsir krn sdh diatur jelas di KUHP. Zina tetap dilarang. Di dlm RUU-KUHP yg skrang hampir diundangkan itu sdh diatur dgn lbh tegas. Itu sj kita kawal. https://t.co/oPrFrbeJ9F
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) December 16, 2017
Dalam putusannya, lanjut Mahfud, MK menolak memberikan tafsir sebab hal itu sudah diatur secara jelas dalam KUHP.
"Mengatur untuk membolehkan atau melarang sesuatu itu adalah ranah legislatif, bukan ranah yudikatif. MK menolak memberi tafsir karena sudah diatur jelas di KUHP. Zina tetap dilarang. Di dalam RUU-KUHP yang sekarang hampir diundangkan itu sudah diatur dengan lebih tegas," tuturnya.
(Baca juga : Alasan MK Tolak Permohonan Uji Materi Pasal Kesusilaan di KUHP)
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono.
Menurutnya, harus dipahami bahwa kewenangan MK adalah sebagai negative legislator bukan dalam pemahaman sebagai pembentuk undang-undang atau positive legislator.
Ketika menyangkut norma hukum pidana, MK dituntut untuk tidak memasuki wilayah kebijakan pidana atau politik hukum pidana.
Pengujian pasal 284, 285 dan 292 KUHP, Supriyadi, pada pokoknya berisikan permohonan kriminalisasi maupun dekriminalisasi terhadap perbuatan tertentu.
"Hal itu tidak dapat dilakukan oleh MK karena merupakan bentuk pembatasan hak dan kebebasan seseorang dimana pembatasan demikian sesuai dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 adalah kewenangan ekseklusif pembuat undang-undang," kata Supriyadi.
(Baca juga : Empat Hakim MK Beda Pendapat soal Putusan Uji Materi Pasal Kesusilaan di KUHP)