Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Lancarkan Strategi Khusus Hadapi Novanto di Praperadilan Kedua

Kompas.com - 07/12/2017, 14:27 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi mengatakan, pihaknya menyiapkan strategi menghadapi Ketua DPR RI Setya Novanto untuk kedua kalinya lewat praperadilan.

Kali ini persiapan KPK akan lebih matang dan belajar dari kekalahan dalam praperadilan sebelumnya.

"Pasti ada strategi khusus," ujar Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).

Setiadi mengatakan, KPK memiliki sejumlah bukti baru setelah hakim praperadilan Cepi Iskandar menyatakan penetapan tersangka Novanto tidak sah.

Bukti tambahan itu antara lain dari pemeriksaan saksi, bukti dokumen, dan keterangan terdakwa di pengadilan.

(Baca juga : Pengacara Singgung Putusan Praperadilan yang Gugurkan Status Tersangka Novanto)

 

Diketahui, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebelumnya mengakui bahwa Novanto terlibat dalam pengaturan proyek e-KTP dan menerima sejumlah uang.

"Yang terakhir bahkan sudah buka-bukaan semua. Terbuka semua jelas oleh salah satu terdakwa dan itu ada sebagian yg kami masukan dalam jawaban kami," kata Setiadi.

Sidang praperadilan akan dilanjutkan dengan pembacaan jawaban KPK atas petitum dari kuasa hukum Novanto, Jumat (8/12/2017).

Setiadi mengatakan, pihaknya telah menyiapkan jawaban tersebut. Namun, KPK menunggu kuasa hukum Novanto membacakan petitum karena khawatir ada penambahan poin gugatan sehingga perlu direvisi.

(Baca juga : Hakim Kasus Novanto Sebut Praperadilan Gugur Setelah Dakwaan Dibacakan)

Selain itu, belakangan ada perkembangan terbaru dari perkara Novanto yang juga akan dibahas dalam jawaban KPK.

"Yang kemarin dilakukan oleh teman-teman kami di penyidik maupun penuntut tentunya jadi perhatian kami untuk penambahan atau penyempurnaan jawaban kami besok," kata dia.

Selain itu, hakim tunggal praperadilan Kusno juga meminta KPK maupun pihak Novanto untuk menyiapkan bukti surat, besok.

Hakim berpesan agar bukti yang dibawa tidak terlampau banyak, hanya yang berkaitan dengan praperadilan.

Setiadi mengatakan, KPK juga telah memilah-milah bukti mana yang akan mereka hadirkan dalam sidang.

"Kami juga tidak akan gunakan dokumen-dokumen atau surat yang pernah dihadirkan di praperadilan yang pertama," kata Setiadi.

Setiadi berharap hakim dapat bersikap adil dalam memutuskan gugatan tersebut. Ia meyakini bahwa apa yang dilakukan penyidik KPK tidak mengada-ada dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Kami seyakin-yakinnya terhadap tersangka sudah benar, sesuai prosedur, dan dapat dibuktikan nanti di pemeriksaan sidang perkara pokok," kata Setiadi.

Kompas TV Menurut tim kuasa hukum, alat bukti yang telah digunakan untuk pihak lain tidak boleh berlaku untuk Setnov
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Nasional
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com