JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Etik Mahkamah Konstitusi akan memanggil Ketua MK Arief Hidayat untuk mengklarifikasi adanya dugaan pelanggaran kode etik terkait perpanjangan masa jabatan Arief.
Anggota Dewan Etik, MK Salahuddin Wahid, mengatakan, dirinya telah mendengar kabar dari pemberitaan di media massa soal adanya lobi politik antara DPR dan Ketua MK Arief Hidayat dalam proses masa perpanjangan jabatan hakim MK. Sementara Arief Hidayat akan pensiun pada April 2018.
"Jadi, beberapa hari ini ada berita soal kasus lobi Ketua MK. Nah, salah satu tugas dari Dewan Etik adalah menindaklanjuti kalau ada laporan atau informasi tentang dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi," ujar Salahuddin saat memberikan keterangan pers di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2017).
Baca juga: Ada Apa Calon Hakim MK Hanya Arief Hidayat?
Menurut Salahuddin, Dewan Etik MK telah mengagendakan pertemuan dengan Arief pada Kamis (7/12/2017) pagi.
Dalam pertemuan tersebut, Dewan Etik akan mendalami terkait dugaan adanya lobi dan konflik kepentingan antara DPR dan Arief.
Untuk diketahui, saat ini MK tengah menyidangkan uji materi terkait keabsahan hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami mengagendakan untuk segera bertemu Ketua MK. Kami mengusulkan besok pagi mudah-mudahan bisa terlaksana. Setelah itu kami baru bisa mengetahui bagaimana sebenarnya duduk perkara karena yang dimuat di media belum tentu sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, kami perlu melakukan klarifikasi dan konfirmasi ke Ketua MK besok pagi," ujarnya.
Baca juga: "Fit and Proper Test" Calon Hakim MK Dilanjutkan meski Diprotes
Sementara itu, Dewan Etik enggan menanggapi soal uji kelayakan dan kepatutan hakim MK terhadap Arief Hidayat di DPR hari ini, Rabu (6/12/2017).
Salahuddin menegaskan bahwa uji kelayakan dan kepatutan merupakan kewenangan penuh dari DPR dan pihaknya tidak berhak mencampuri hal tersebut.
"Jadi, kalau yang mengenai apakah itu (uji kelayakan dan kepatutan) terlalu cepat atau tidak. Atau, apakah calonnya hanya satu atau lebih itu bukan wilayah Dewan Etik untuk mencampuri. Itu sepenuhnya wewenang DPR, kami tidak bisa masuk ke sana," kata Salahuddin.