JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) masih menjadi partai dengan elektabilitas tertinggi.
Berdasarkan hasil survei nasional Poltracking Indonesia terkait peta elektoral 2019, elektabilitas PDI-P mencapai 23,4 persen.
Perubahan terlihat pada posisi kedua. Pada pemilu 2014 dan hasil survei beberapa lembaga pada beberapa waktu terakhir menemparkan Golkar di posisi kedua.
Pada survei kali ini, posisi Golkar disalip oleh Partai Gerindra. Partai besutan Prabowo Subianto itu mengantongi elektabilitas sebesar 13,6 persen, sementara Golkar 10,9 persen.
(Baca juga : Survei Poltracking: Elektabilitas Jokowi 53 Persen, Prabowo 33 Persen)
Sedangkan partai lainnya di lima besar adalah Partai Kebangkitan Bangsa (5,1 persen) dan Partai Demokrat (4,2 persen).
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR menyampaikan, salah satu alasan terbesar masyarakat dalam memilih partai adalah kesesuaian visi misi serta program kerja.
"Mempunyai visi-misi dan program kerja yang baik atau sesuai sebesar 28,6 persen, adalah alasan publik paling banyak dalam menentukan pilihan partai," kata Hanta saat menyampaikan rilis Poltracking di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2017).
(Baca juga : Akbar Tandjung Khawatir Golkar Kiamat karena Pertahankan Novanto)
Sementara itu, alasan lainnya karena memiliki tokoh partai yang diidolakan (17,8 persen), partai sesuai dengan kepercayaa atau ideologi yang diyakini (10,6 persen) dan memiliki keluarga atau kerabat sebagai simpatisan partai tersebut (7,3 persen).
Hanta menambahkan, salah satu faktor yang menyebabkan suara Golkar turun adalah karena dinamika internalnya seiring dengan figur Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang terkena kasus hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu berdampak pada elektabilitas Golkar meskipun partai tersebut bukan partai yang bergantung pada figur.
"Tapi ini simbol. Ini memberi dampak secara elektoral, pasti. Maka kasus ini setidaknya menjadi beban elektoral bagi Golkar," kata Hanta.
(Baca juga : Akbar Tandjung Harap Golkar Daerah Bergerak Ganti Setya Novanto)
Meski begitu, Hanta menekankan bahwa hasil tersebut tak hanya dipengaruhi karena satu faktor melainkan dari sejumlah faktor.
Pertama, dari Gerindra yang mendapatkan sumbangan elektoral dari figur Prabowo Subianto.
Di samping itu, bisa juga diakibatkan karena dukungan Golkar terhadap Jokowi pada 2019 belum terasosiasi kuat dengan Golkar. Sehingga Golkar belum mendapatkan sumbangan elektoral.
"Yang menarik juga karena mereka (PDI-P dan Gerindra) punya capres. Tadi kan kedua paling tinggi elektabilitas capres dua orang itu (Jokowi dari PDI-P dan Prabowo dari Gerindra)," ujarnya.