JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham membantah pernyataan Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung yang mengatakan bahwa hasil survei elektabilitas Golkar kian menurun.
Hal itu diungkapkan Akbar menyusul status hukum Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto yang kini berstatus tersangka untuk kedua kalinya pada kasus korupsi proyek e-KTP.
"Mungkin Pak Akbar belum mendapatkan informasi ada hasil survei yang baru saja dilaksanakan, tetapi belum dirilis," kata Idrus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
(Baca juga : Akbar Tanjung Khawatir Golkar Kiamat Gara-gara Novanto)
Angka tersebut, menurut dia, justru naik dari elektabilitas sebelumnya yang berkisar 11 persen.
"Tapi ternyata berdasarkan hasil survei itu sudah naik. Kalau tidak salah 13,8 persen. Bulatkan katakanlah 14," tuturnya.
(Baca juga : Fahri Hamzah Nilai Sikap Novanto Sebagai Pembalasan bagi KPK)
Namun, menurut dia, sah saja jika Akbar sebagai politisi senior Partai Golkar mengkhawatirkan kondisi partai.
Termasuk kekhawatiran Akbar bahwa Golkar bisa kiamat jika elektabilitasnya terus menerus turun.
Namun, kekhawatiran itu, menurut dia, tidak selamanya sesuai dengan fakta yang ada.
"Enggak lah, masa kiamat," kata Idrus.
(Baca juga : Surat Novanto, dari Buatan Istri, Setjen DPR, hingga Pengacara)
Akbar Tanjung sebelumnya mengkhawatirkan keberlangsungan partainya setelah Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka untuk kedua kalinya.
"Bukan saja prihatin, sedih, tapi juga sangat khawatir," kata Akbar saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Akbar menambahkan, situasi Golkar saat ini menunjukkan tren penurunan perolehan suara. Menurut dia, suara Golkar sempat menyentuh 7 persen dan terus menurun.
Tren penurunan inilah yang membuat Akbar khawatir. Adapun ambang batas parlemen pada undang-undang pemilu adalah 4 persen.
"Kalau di bawah 4 persen boleh dikatakan, ya dalam bahasa saya, bisa terjadi kiamat di Partai Golkar ini," tuturnya.