Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dasar Hukum KPK Cegah Setya Novanto Berpergian ke Luar Negeri

Kompas.com - 09/11/2017, 19:48 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pencegahan berpergian ke luar negeri terhadap sembilan orang pada kasus e-KTP, termasuk untuk Ketua DPR RI Setya Novanto.

Dari sejumlah pihak itu, ada yang dicegah ke luar negeri dalam status sebagai tersangka dan sebagian besar berstatus sebagai saksi.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, KPK punya dasar hukum dalam mencegah sembilan orang tersebut.

"Pencegahan seseorang ke luar negeri tersebut tentu memiliki dasar hukum yang kuat," kata Febri, lewat keterangan tertulis, saat dikonfirmasi, Kamis (9/11/2017).

(Baca: Putusan Praperadilan Tidak Batalkan Penetapan Pencegahan terhadap Setnov)

Pertama yakni Undang-undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Dalam UU tersebut, Pasal 12 ayat 1 huruf b yakni memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

Kemudian dalam Undang-undang Imigrasi Nomor 6 Tahun 2011. Di UU ini, hal pencegahan diatur dalam BAB IX mengenai Pencegahan dan Penangkalan, mulai Pasal 91 sampai dengan Pasal 103.

Dalam Pasal 91 ayat (2) berbunyi, menteri melaksanakan pencegahan berdasarkan:

d. perintah Ketua KPK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Bunyi tersebut dapat juga ditemukan dalam Pasal 226 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013.

Dasar hukum berikutnya yaitu, putusan MK bernomor PUT No. 64/PUU-IX/2011 – Perkara Pengujian UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian terhadap UUD Negara RI.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa pencekalan hanya 6 bulan dan hanya boleh diperpanjang sekali lagi maksimal 6 bulan.

(Baca juga : Pimpinan KPK Enggan Menilai Laporan Pengacara Novanto sebagai Kriminalisasi)

 

"Dengan demikian cekal hanya maksimum 12 bulan saja. Lebih dari 12 bulan dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 45," ujar Febri.

Dasar hukum lain yakni putusan hakim praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim menurut KPK, tidak mengabulkan pengajuan dari pihak Novanto dalam petitum ke-4, yang meminta untuk mencabut penetapan pencegahan terhadap Setya Novanto yang dilakukan KPK.

Ditegaskan bahwa penetapan tersebut merupakan kewenangan administrasi dari pejabat administrasi yang mengeluarkan penetapan.

"Sehingga dapat disimpulkan pelaksanaan pencegahan seseorang ke luar negeri adalah tindakan yang sah secara hukum, bukan penyalahgunaan wewenang apalagi pemalsuan surat," ujar Febri.

Febri melanjutkan, tindakan pencegahan itu penting untuk memperlancar penanganan kasus korupsi, terutama untuk memastikan saat saksi atau tersangka dipanggil maka mereka sedang tidak berada di luar negeri.

"Oleh karena itu kami ingatkan agar para saksi dan tersangka yang dipanggil mematuhi aturan hukum yang berlaku, terutama dalam pemenuhan kewajiban hukum untuk datang jika dipanggil sebagai saksi," ujar Febri.

Untuk diketahui, selain Novanto, delapan orang lainnya yang dicegah berpergian ke luar negeri dalam kasus e-KTP yakni Vidi Gunawan, Dedi Prijono, Made Oka Masagung, Irvanto Hendra Prambudi, Ester Riawaty Hari, Inayah, Raden Gede, dan Anang Sugiana Sudihardjo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com