Terlebih, Undang-undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) mengamanatkan Polri untuk membantu menghadirkan objek dan subjek Hak Angket.
Terkait hal itu, Febri mengatakan, KPK meyakini bahwa Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian tidak akan melakukan seperti keinginan anggota Pansus.
KPK sangat meyakini bahwa tindakan Polri selalu dilandasi pertimbangan hukum dan aturan.
"Saya kira kita semua sudah dengar Kapolri tidak ingin campuri, itu keputusan Institusi Polri. Kami percaya Kapolri menyampaikan berdasarkan pertimbangan hukum yang kuat," kata Febri.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian pernah menanggapi Undang-Undang MD3 yang mengatur soal kewenangan DPR meminta Polri untuk memanggil paksa saksi yang diundang oleh panitia khusus.
Saat itu, terkait dengan rencana Pansus Hak Angket KPK yang akan meminta Polri menghadirkan paksa Miryam S Haryani dalam rapat jika tak hadir setelah panggilan ketiga.
Tito mengakui, dalam undang-undang itu diatur hak DPR meminta bantuan polisi. Namun, persoalannya, hukum acaranya dalam undang-undang itu tidak jelas.
Tito tak memungkiri, beberapa kali dalam kasus terdahulu, Polri memenuhi permintaan pansus untuk menghadirkan paksa seseorang yang mangkir dari panggilan di DPR.
Namun, kata Tito, upaya menghadirkan paksa seseorang sama saja dengan perintah membawa atau penangkapan.
"Penangkapan dan penahanan dilakukan secara pro justicia untuk peradilan. Sehingga di sini terjadi kerancuan hukum," kata Tito.
"Kalau ada permintaan dari DPR untuk hadirkan paksa, kemungkinan besar Polri tidak bisa karena ada hambatan hukum. Hukum acara tidak jelas," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.