BOGOR, KOMPAS.com - Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memiliki kewenangan yang lebih besar.
Kewenangan yang lebih besar itu ialah memutuskan dan menjatuhkan sanksi pelanggaran pemilu, termasuk politik uang tanpa melalui Gakkumdu, atau Sentra Penegakkan Hukum Terpadu.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan melihat modus praktik politik uang saat ini makin berkembang.
Oleh karena itu, instrumen pengawasan pemilu juga harus lebih jeli dalam melihat pola dan praktik transaksional negatif itu.
"Sehingga, ketika kewenangan besar dimiliki oleh Bawaslu, seharusnya kewenangan itu mampu menjawab problem politik uang kita yang akut ini," kata Abdullah dalam diskusi 'Kewenangan Baru Bawaslu dan Tantangan Pemilu Serentak' di Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/10/2017).
(baca: ICW: Masyarakat Harus Sadar, Politik Uang Bukan Berkah, tapi Aib)
Menurut Abdullah, agar jeli dalam melihat modus baru praktik politik uang, Bawaslu perlu melakukan sinergi pengawasan dengan melibatkan publik, di samping memperkuat struktur internalnya.
"Kewenangan yang besar tadi harus diimbangi dengan kualitas dan kapasitas aktor yang ada di dalam," tutur Abdullah.
Struktur pengawasan pemilu harus memiliki kemampuan teknis pemidanaan yang baik, kemampuan teknis membaca kasus, kemampuan teknis beracara, serta kemampuan teknis monitoring investigasi.
"Sehingga harapan dan ekspektasi publik soal pengawasan pemilu, mampu melakukan apa yang menjadi jargon Bawaslu (yaitu) 'Bersama rakyat awasi pemilu. Bersama Bawaslu tegakkan keadilan pemilu' itu terjawab," ujar Abdullah.
(baca: Bawaslu-KPK Tukar Informasi soal Politik Uang pada Pilkada dan Pilpres)
Dalam kesempatan sama, Komisioner Bawaslu Bidang Pengawasan Mochamad Afifuddin mengakui, menghapus 100 persen praktik politik uang tentu adalah pekerjaan yang sulit. Namun, Bawaslu RI tetap akan melakukan upaya maksimal.
"Itu yang menjadi tekad kita bersama. Apalagi dengan mandat Undang-undang yang semakin kuat ini," kata dia.
"Makanya, orientasi pencegahan yang sekarang sudah termaktub dalam UU itu juga harus kami sampaikan. Misalnya, melakukan gerakan massif agar publik tidak melakukan politik uang. Kami berharap semua pihak mau membantu kami melakukan pengawasan," tutur Afifuddin.
Komisioner Ratna Dewi Pettalolo menambahkan, Bawaslu RI meminta kepolisian dan kejaksaan untuk melatih para pengawas pemilu dalam hal penyelidikan dan penyidikan.
"Kami juga bekerja sama dengan KPK. Kami tidak mengarah ke (penanganan kasus) korupsinya. Tetapi 'meminjam ilmunya' bagaimana melihat mahar politik. Karena mahar politik itu terjadi di ruang tertutup. Bagaimana kami bisa menangkap itu, ya dengan cara-cara itu," kata Ratna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.