Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Masyarakat Harus Sadar, Politik Uang Bukan Berkah, tapi Aib

Kompas.com - 14/10/2017, 09:57 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sama halnya dengan isu SARA, politik uang juga diperkirakan masih akan mewarnai kontestasi pemilihan umum 2019.

Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan, sangat sulit menghapus praktik politik uang ketika cara berpikir politisi masih transaksional.

Idealnya, pemilu merupakan mekanisme pemilihan oleh publik untuk memilih pejabat publik dengan melihat aspek visi dan misi program, untuk menjawab persoalan-persoalan publik.

"Tetapi, akibat politik uang, relasi keterpilihan bukan didasari aras ideal. Tetapi, bergeser ke arah nilai transaksional dalam pemilu/pilkada," katanya dalam diskusi bertema 'Kewenangan Baru Bawaslu dan Tantangan Pemilu Serentak' di Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/10/2017).

Abdullah mengajak masyarakat untuk sadar bahwa politik uang bukanlah sebuah berkah dalam perhelatan pemilu.

(baca: Isu SARA Diyakini Dipakai Kampanye 2019, Bawaslu Diminta Bertindak)

Jangan sampai, kata dia, hanya gara-gara uang Rp 25.000, Rp 50.000 atau Rp 100.000, masyarakat tidak memperoleh pemimpin yang baik.

"Politik uang bukan berkah dalam pemilu, tetapi aib dalam pemilu," kata dia.

Meskipun sekarang ini praktik politik uang bermetamorfosa ke dalam modus yang beragam, namun menurut Abdullah sama saja. Intinya, bertujuan untuk memengaruhi pilihan masyarakat.

Masyarakat juga harus sadar modus-modus baru politik uang. Dari yang mulanya hanya konvensional, atau langsung memberikan uang, berubah menjadi pemberian barang atau jasa.

"Modus untuk menghindari (dikatakan) politik uang, misalnya dengan kupon Rp 5.000 bisa membeli sembako seharga Rp 30.000. Masyarakat juga tidak bakal mau dikatakan (menerima) politik uang. Karena mereka merasa membeli," ucap Abdullah.

(baca: Bawaslu-KPK Tukar Informasi soal Politik Uang pada Pilkada dan Pilpres)

Oleh karena itu, dia pun mengingatkan masyarakat untuk mawas terhadap kandidat-kandidat yang berprinsip "menanam cepat, memanen cepat".

Idealnya, kata dia, apabila kelembagaannya partai politik berjalan dengan baik maka seharusnya muncul figur-figur yang betul-betul diinginkan oleh publik. Identitas parpol pun menjadi kuat di masyarakat.

"Parpol jangan hadir saat mau pemilu saja, tetapi melaksanakan kerja-kerja politik yang kontinu. Sehingga tidak terjadi stigma: ingin nanam cepat, manen cepat," pungkas Abdullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com