(Baca: Stigma Sesat Membuat Warga Ahmadiyah Kehilangan Hak sebagai WNI)
Zuhairi meminta MK memberikan penafsiran terhadap pasal Pasal 1, 2, dan 3 UU PNPS bahwa setiap orang/kelompok tidak bisa meniadakan hak beribadah sesuai agama dan kepercayaannya.
"Permohonan ini tidak hanya berlaku bagi warga Ahmadiyah, tapi juga (umat agama) yang lain, seperti Kristiani, Hindu, Budha, Kong hu cu, Katolik, dan lain-lain. Negara Harus menjamin kemerdekaan beribadah dan memberikan perlindungan bagi warga negara," ujarnya.
Sebelumnya, sembilan anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia dari berbagai daerah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kuasa hukum para Pemohon, yakni Fitria Sumarni mengatakan, ketentuan berlakunya Pasal 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 1 PNPS (Penetapan Presiden) tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (P3A/Penodaan Agama) telah merugikan hak konstitusional kliennya.
Mereka berpandangan, pasal-pasal tersebut bisa ditafsirkan sangat luas.
Selanjutnya, pasal tersebut menjadi dasar dari pembuatan Surat Keputusan Bersama terkait dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah (SKB Ahmadiyah) dan SKB tersebut menjadi rujukan bagi pemerintah daerah menetapkan aturan.
"Ketidakjelasan norma dalam pasal tersebut yang kemudian dituangkan menjadi SKB dan ditafsirkan oleh Peraturan Daerah menjadikan kerugian yang dialami para pemohon sangat spesifik dan konkret," kata Fitria, dalam sidang uji materi di MK, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.