JAKARTA, KOMPAS.com - Selama hampir lima tahun Desi Aries Sandy (28), seorang warga di Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, belum juga memiliki KTP elektronik atau e-KTP.
Desi mengatakan bahwa kesulitannya mendapatkan e-KTP karena statusnya sebagai jemaah Ahmadiyah.
Padahal, sejak pemerintah membuat kebijakan e-KTP pada 2012, Desi dan ribuan warga Ahmadiyah lainnya telah melakukan perekaman data pribadi dan memenuhi persyaratan administratif.
Namun, hingga kini Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Kuningan enggan menerbitkan e-KTP bagi 1.600 jemaah Ahmadiyah di Desa Manislor.
"Selama ini beredar anggapan yang menyatakan bahwa Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan. Itu terus bergulir," ujar Desi saat ditemui di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2017).
"'Solusinya', untuk mendapatkan e-KTP kami harus menandatangani surat ini (pernyataan) bahwa kami telah keluar dari Ahmadiyah dan masuk agama Islam," kata dia.
Pihak Dinas Dukcapil, kata Desi, tidak mau menerbitkan e-KTP sebelum seluruh warga Ahmadiyah menandatangani surat pernyataan mengakui agama Islam dan mengucap kalimat syahadat.
"Kami diwajibkan menandatangani surat pernyataan dari Dinas Dukcapil. Alasannya untuk menyelamatkan warga Ahmadiyah dan Pemkab sendiri karena ada ancaman dari ormas tertentu. Pemkab berjanji akan merahasiakan surat pernyataan tersebut," ucap Desi.
Dia pun mempertanyakan adanya surat pernyataan tersebut. Pasalnya, syarat penandatanganan surat pernyataan itu tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan maupun Peraturan Mendagri Nomor 74 Tahun 2015 tentang Perubahan Elemen Data Penduduk di KTP elektronik.
"Jelas ini ada maladministrasi dan pelanggaran hak kami sebagai warga negara," kata Desi.
Akibat tindakan diskriminasi tersebut Desi kesulitan untuk mengakses segala pelayanan publik dan jasa transportasi.
Bahkan, dia mengungkapkan, ada warga Ahmadiyah yang tidak bisa mendaftar ke sekolah kedinasan karena mensyaratkan e-KTP.
"Kalau dampaknya banyak ya, yang paling terasa kami sulit untuk membuat BPJS karena KTP tidak ada. Kedua, saudara saya berniat berangkat umroh, tapi karena kami tidak punya e-KTP dia enggak bisa berangkat," ujar Desi.
"Pendidikan juga. Harusnya bisa masuk kuliah yang kedinasan, harus ada e-KTP, karena tidak punya akhirnya tidak jadi," ucap dia.
Menurut Desi, persoalan seperti ini tidak ia alami saat membuat KTP. Kolom agama pun tercantum Islam tanpa perlu menandatangani surat pernyataan dan mengucap kalimat syahadat.