Salin Artikel

Ahmadiyah Ada Sejak 1925, Setelah 2008 Diperlakukan Diskriminatif

Namun, menurut dia, nilai-nilai luhur yang terkandung itu belum benar-benar diresapi oleh sejumlah masyarakat Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Zuahiri dalam sidang uji materi terkait penodaan agama yang digelar di Mahkmah Konstitusi, Selasa (10/10/2017). Zuhairi memberikan keterangan kepada hakim konstitusi sebagai ahli agama yang dihadirkan oleh pihak pemohon uji materi.

"Hemat saya (Pancasila), belum menjadi laku dalam perbuatan nyata, mengingat masih adanya diskriminasi bahkan kekerasan terhadap kelompok minoritas," kata Zuhairi.

(Baca: Anggota Jemaah Ahmadiyah Ajukan Uji Materi ke MK, Apa yang Digugat?)

Ia mengatakan, Muslim Moderat Society melakukan pemantauan sejak 2008.

Menurut dia, ada tiga kelompok minoritas yang kerap mendapatkan perlakuan diskriminatif, yakni kelompok Ahmadiyah, Syiah, dan Kristiani.

Terkait Ahmadiyah, diskriminasi yang dialami berupa sulitnya melakukan ibadah di masjid yang telah dibangunnya secara bersama-sama.

"Saya melihat secara langsung masjid mereka dibakar, sehingga mereka tidak bisa beribadah berjamaah sebagaimana umat beragama lainnya," kata dia.

(Baca: Komnas HAM: Pemerintah Lalai Memenuhi Hak Asasi Warga Ahmadiyah)

Menurut dia, hal itu bisa terjadi karena adanya Surat Keputusan Bersama terkait dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah (SKB Ahmadiyah).

Orang atau kelompok anti Ahmadiyah menjadikan SKB dan Undang-Undang Nomor 1 PNPS (Penetapan Presiden) tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (P3A/Penodaan Agama) sebagai pembenarn atas perbuatan mereka.

"Sebagai justifikasi tindakannya menghalangi warga Ahmadiyah," kata dia.

Lebih jauh, Zuhairi juga menyinggung soal sejarah Ahmadiyah. Menurut dia, Ahmadiyah telah ada sejak 1925 atau sekitar 20 tahun sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

"Bahkan di antara penganutnya, ada yang turut berjuang mewujudkan kemerdekaan negeri ini. Baru setelah 83 tahun, tepatnya pada tahun 2008 hingga sekarang ini Ahmadiyah diperlakukan diskriminatif," kata dia.

(Baca: Stigma Sesat Membuat Warga Ahmadiyah Kehilangan Hak sebagai WNI)

Zuhairi meminta MK memberikan penafsiran terhadap pasal Pasal 1, 2, dan 3 UU PNPS bahwa setiap orang/kelompok tidak bisa meniadakan hak beribadah sesuai agama dan kepercayaannya.

"Permohonan ini tidak hanya berlaku bagi warga Ahmadiyah, tapi juga (umat agama) yang lain, seperti Kristiani, Hindu, Budha, Kong hu cu, Katolik, dan lain-lain. Negara Harus menjamin kemerdekaan beribadah dan memberikan perlindungan bagi warga negara," ujarnya.

Sebelumnya, sembilan anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia dari berbagai daerah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Kuasa hukum para Pemohon, yakni Fitria Sumarni mengatakan, ketentuan berlakunya Pasal 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 1 PNPS (Penetapan Presiden) tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (P3A/Penodaan Agama) telah merugikan hak konstitusional kliennya. 

Mereka berpandangan, pasal-pasal tersebut bisa ditafsirkan sangat luas. 

Selanjutnya, pasal tersebut menjadi dasar dari pembuatan Surat Keputusan Bersama terkait dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah (SKB Ahmadiyah) dan SKB tersebut menjadi rujukan bagi pemerintah daerah menetapkan aturan.

"Ketidakjelasan norma dalam pasal  tersebut yang kemudian dituangkan menjadi SKB dan ditafsirkan oleh Peraturan Daerah menjadikan kerugian yang dialami para pemohon sangat spesifik dan konkret," kata Fitria, dalam sidang uji materi di MK, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).

https://nasional.kompas.com/read/2017/10/10/23501161/ahmadiyah-ada-sejak-1925-setelah-2008-diperlakukan-diskriminatif

Terkini Lainnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke