Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Kalah Praperadilan, Penegak Hukum Bisa Kembali Tetapkan Tersangka

Kompas.com - 10/10/2017, 13:48 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang tersangka yang memenangkan praperadilan dapat ditetapkan kembali sebagai tersangka oleh penyidik aparat penegak hukum.

Hal ini menjadi simpulan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi terhadap Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Uji materi itu diajukan oleh Anthony Chandra Kartawiria, melalui kuasa hukumnya, yakni David Surya, Ricky Kurnia Margono dan H Adhidarma Wicaksono.

Ketua MK Arief Hidayat menyampaikan, MK menolak gugatan yang diajukan karena permohonannya tidak beralasan menurut hukum.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Arief dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/10/2017).

Sementara dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyampaikan, Praperadilan hanya berkenaan dengan prosedur tata cara penanganan seorang tersangka yang diduga melakukan tindak pidana sebagi fungsi checks and balances ada atau tidaknya pelanggaran hak asasi manusia.

"Namun demikian, tidak serta-merta tertutupnya dilakukan proses penyidikan kembali terhadap seorang tersangka apabila ditemukan bukti-bukti yang cukup setelah permohonan praperadilannya dikabulkan," kata Manahan.

Manahan menyampaikan, Pasal 2 ayat 3 Perma nomor 4 Tahun 2016 memberikan kewenangan terhadap penyidik untuk dapat menetapkan status tersangka kembali kepada orang yang sama dengan persyaratan paling sedikit 2 alat bukti baru yang sah, berbeda dari alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.

Terkait alat bukti tersebut, menurut MK, alat bukti yang telah digunakan pada perkara sebelumnya bisa kembali digunakan untuk menjerat kembali tersangka yang memenangkan praperadilan.

Namun, alat bukti tersebut harus disempurnakan secara substansial dan bukan sebagai alat bukti yang sifatnya formalitas semata sehingga dapat dikatakan sebagai alat bukti baru.

"Dalam menggunakan alat bukti sebagai dasar penyidikan kembali adalah alat bukti yang telah dipertegas oleh Mahkamah, yaitu meskipun alat bukti tersebut tidak baru dan masih berkaitan dengan perkara sebelumnya akan tetapi adalah alat bukti yang telah disempurnakan secara substansial dan tidak bersifat formalitas semata sehingga pada dasarnya alat bukti yang dimaksud telah menjadi alat bukti baru yang berbeda dengan alat bukti sebelumnya," kata Manahan.

Sebelumnya, para pemohon mempersoalkan penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terhadap tersangka yang memenangkan praperadilan.

Menurut Pemohon, hal tersebut sama saja dengan tidak mengindahkan putusan praperadilan.

Hal ini juga, menurut Pemohon, melanggar hak asasi warga negara karena bertentangan dengan asas kepastian hukum serta menciderai asas praduga tidak bersalah.

Pemohon memberi contoh perkara Mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti, mantan Direktur PT Mobile 8 Anthony Chandra Kartawiria dan Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) Hary Djaja.

Mereka mengajukan praperadilan. Kala itu, hakim memenangkan pihak pemohon praperadilan.

Dengan demikian, menurut pemohon, sedianya putusan praperadilan telah mematahkan bukti-bukti penyidik.

Akan tetapi, penyidik kembali menerbitkan sprindik untuk menetapkan tersangka.

Selain itu, menurut pemohon, perkara yang telah diputus oleh hakim atau telah berkekuatan tetap, dalam hal ini praperadilan, tidak dapat diajukan kembali.

 

Catatan redaksi:

Berita ini sudah diedit. Sebelumnya, Kompas.com mengutip soal latar belakang uji materi dari berita yang tayang di situs resmi MK. Namun, menurut pemohon, berita yang diunggah situs MK tersebut keliru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Ngadu ke DPR Gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Ngadu ke DPR Gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

Nasional
Ketua KPK Mengaku Tak Tahu Menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Ketua KPK Mengaku Tak Tahu Menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Nasional
Suara Tepuk Tangan Penuhi Ruang Sidang Tipikor Saat JK Sebut Semua BUMN Harus Dihukum

Suara Tepuk Tangan Penuhi Ruang Sidang Tipikor Saat JK Sebut Semua BUMN Harus Dihukum

Nasional
KPK Geledah Rumah Adik SYL di Makassar

KPK Geledah Rumah Adik SYL di Makassar

Nasional
Prabowo Mau Wujudkan Bahan Bakar B100, Menteri ESDM: Perlu Penelitian, Kita Baru B35

Prabowo Mau Wujudkan Bahan Bakar B100, Menteri ESDM: Perlu Penelitian, Kita Baru B35

Nasional
Kelakar Airlangga Saat Ditanya soal Duet Khofifah-Emil pada Pilkada Jatim...

Kelakar Airlangga Saat Ditanya soal Duet Khofifah-Emil pada Pilkada Jatim...

Nasional
Resmikan Media Center Kementerian KP, Menteri Trenggono: Disiapkan sebagai Bentuk Keterbukaan Informasi

Resmikan Media Center Kementerian KP, Menteri Trenggono: Disiapkan sebagai Bentuk Keterbukaan Informasi

Nasional
Bahlil Ingin Beri Izin Ormas Kelola Tambang, GP Ansor: Ide Bagus

Bahlil Ingin Beri Izin Ormas Kelola Tambang, GP Ansor: Ide Bagus

Nasional
Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD 3 Tahun Lagi

Indonesia Targetkan Jadi Anggota OECD 3 Tahun Lagi

Nasional
Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Wantimpres, Masak Ada Dua?

Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Wantimpres, Masak Ada Dua?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com