Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima TNI Khawatir soal Senjata Ilegal Setelah Analisis Suriah-Irak

Kompas.com - 06/10/2017, 08:53 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengenai ada institusi nonmiliter yang mencatut nama Presiden Joko Widodo untuk pengadaan 5.000 senjata secara ilegal ramai jadi perbincangan.

Pernyataan yang disampaikan di depan mantan petinggi TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/10/2017) lalu ini, dianggap menimbulkan kegaduhan sekaligus ketakutan di masyarakat.

Gatot mengatakan, pernyataan tersebut terpaksa dikeluarkan setelah dirinya menganalisis apa yang terjadi di negara-negara Timur Tengah yang dilanda konflik.

"Saya menyampaikan keadaan ini karena saya bercermin di Suriah dan Irak. Itu tidak bisa membedakan kombatan dengan non kombatan. Sekali lagi, tidak bisa membedakan kombatan dengan yang non kombatan," ujar Gatot dalam wawancara bersama Rosiana Silalahi dalam "Rosi" di Kompas TV, Kamis (5/10/2017) malam.

"Di situlah terjadi warga sipil bisa memiliki senjata api yang masuk dengan cara ilegal. Melalui institusi yang saya katakan tadi, tidak bisa membedakan kombatan dengan non kombatan," ucap Gatot.

(Baca juga: Komisi I Sebut Peraturan Pemerintah Terkait Pengadaan Senjata Perlu Diperjelas)

Namun, Gatot menegaskan bahwa informasi yang dia kemukakan tersebut baru sebatas indikasi. Ia juga menegaskan, tidak pernah menyudutkan institusi mana pun karena tidak menyebut satu institusi.

Menurut dia, apa yang disampaikan adalah pesan kewaspadaan kepada seluruh elemen di negeri ini.

Ketika dimintai ketegasan kembali apakah pernyataan Gatot soal 5.000 senjata api ilegal itu mengarah kepada institusi nonmiliter semisal Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Narkotika Nasional (BNN), Gatot menegaskan, dirinya tidak akan pernah menyudutkan institusi mana pun.

"Saya (hanya) mengatakan institusi. Tidak menyebut (institusi mana). Saya juga cerita kan secara garis besar. Bukan laporan intelijen yang saya sebutkan. Hanya informasi saja berdasarkan informasi yang dapat dipercaya, kredibel," ujar Gatot.

"Yang membuat gaduh adalah informasi ini keluar, ditanggapinya macam-macam. Ya saya mau apa? Saya menikmati saja kan. Kok saya dibilang buat gaduh, saya tidak buat gaduh. Yang buat gaduh kan media dan itu sah-sah saja dalam kondisi seperti ini," kata dia.

(Baca juga: Panggil Panglima TNI, Jokowi Minta Pejabat Beri Pernyataan yang Menenteramkan)

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan, ada institusi yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata api ke Indonesia secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Jokowi.

"Mereka memakai nama Presiden, seolah-olah itu yang berbuat Presiden, padahal saya yakin itu bukan Presiden. Informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan saya sampaikan di sini. Data kami akurat, data intelijen kami akurat," ujar Gatot sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com.

Setelah pernyataan jenderal yang pensiun Maret 2018 menuai polemik, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meluruskannya. Ia membenarkan ada institusi, yang membeli senjata api, yakni Polri dan BIN.

Namun, Wiranto membantah pembelian dilakukan secara ilegal. Senjata- senjata itu merupakan buatan PT Pindad dan dibeli secara legal.

"Setelah saya tanyakan, saya cek kembali, ternyata ini berhubungan dengan pembelian 500 pucuk senjata api buatan PT Pindad yang diperuntukkan bagi sekolah intelijen BIN dan bukan buatan luar negeri," ujar Wiranto.

Kompas TV Sejatinya, Hari ini (3/9) Menkopolhukam, Wiranto, akan menggelar rapat terbatas untuk membahas polemik impor senjata.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com