Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Polemik Senjata, DPR Keluhkan Tak Bisa Bahas Sampai Satuan Tiga

Kompas.com - 05/10/2017, 09:49 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR, Supiadin Aries Saputra menyayangkan DPR masih tak bisa masuk ke pembahasan satuan tiga terkait polemik senjata yang ramai diperbincangkan.

Satuan tiga adalah dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per program.

"Semua komisi tidak bisa masuk pada satuan tiga. Mau beli senjata, kami enggak bisa nanya berapa pucuk, jenisnya apa, kalibernya berapa, harga berapa. Itu merupakan satu titik lemah. Sehingga kami tidak tahu tiba-tiba datang (senjatanya)," ujar Supiadin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/10/2017).

Padahal, kata dia, dulu DPR pernah diberi kewenangan membahas hingga satuan tiga. Namun karena sempat ada kasus mark up yang dilakukan salah satu anggota DPR beberapa waktu silam, maka kewenangan tersebut dihapuskan.

Menurut dia, seharusnya DPR kembali bisa dilibatkan hingga pembahasan satuan tiga. Sehingga anggaran benar-benar terkontrol hingga keperluan yang terkecil.

"Kami enggak sampai yang kecil-kecil kayak 1 sen, enggak lah. Tapi beli senjata jenisnya apa, untuk apa beli, terus siapa yang mau dilawan," ucap politisi Partai Nasdem itu.

(Baca juga: Komisi I Sebut Peraturan Pemerintah Terkait Pengadaan Senjata Perlu Diperjelas)

Adapun terkait isu polemik senjata, Supiadin menilai perlu ada kerja sama antara Komisi I yang membidangi pertahanan dan Komisi III yang membidangi hukum, khususnya pada penganggaran menyangkut senjata.

Sehingga, Komisi I juga bisa mengetahui senjata yang diadakan Polri.

Namun, untuk koordinasi gabungan lebih mendalam, Supiadin mengatakan pihaknya menunggu hasil keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto yang mengumpulkan institusi-institusi di bawahnya terkait polemik senjata ini.

"Baru nanti kami akan pikirkan bagaimana membangun solusi ke depan agar semua ini tidak terjadi lagi," ujarnya.

(Baca juga: Soal Senjata Brimob, Jokowi Minta Semuanya Kondusif)

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebelumnya menyebut adanya institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata.

Pernyataan soal 5.000 pucuk itu disampaikan secara tertutup dalam pertemuan Panglima TNI dengan para purnawirawan padapekan lalu. Namun, rekaman pembicaraan tersebut bocor ke media sosial.

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto sudah meluruskan informasi yang disampaikan Panglima TNI.

Menurut dia, memang ada pembelian senjata oleh Badan Intelijen Negara (BIN) kepada PT Pindad sebanyak 500 pucuk, bukan 5.000 pucuk.

Wiranto mengakui mengakui ada kesalahan komunikasi antara Panglima dengan Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

Belakangan, Wiranto mengakui, ada persoalan dalam impor senjata api untuk Korps Brimob Polri. Namun, Wiranto menegaskan, dirinya tengah berupaya menyelesaikan persoalan tersebut.

"Ada masalah yang perlu kita selesaikan dengan cara musyawarah, mufakat dan koordinasi. Tugas saya sebagai Menkopolhukam atas perintah Presiden adalah mengkoordinasikan semua lembaga di bawah saya untuk sama-sama kita selesaikan," ujar Wiranto di Kompleks Museum Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Minggu.

Kompas TV Petugas Gabungan Periksa Senjata di Bandara Soekarno Hatta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com