JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin mengatakan keributan ihwal impor senjata terjadi karena kurangnya peraturan teknis yang mengatur.
"Pertama jelas aturan perundang-undangan harus ada perbaikan. Kedua sistem koordinasi dan konunimasi di pemerintah harus diperbaiki," kata Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Hasanuddin menambahkan sedianya pengadaan senjata tak hanya diatur melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951, tetapi juga harus didukung dengan beberapa peraturan pemerintah.
Ia mengatakan ada sejumlah lembaga yang berwenang untuk mengadakan senjata yakni TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN), karena itu komunikasi di antara ketiganya harus diatur secara tegas.
(Baca: Kata Menhan, Tak Ada Pelanggaran Prosedur Impor Senjata untuk Polri)
Ia melihat ada kekosongan aturan dalam mengatur komunikasi antarlembaga tersebut dalam hal pengadaan senjata.
Oleh karena itu, ia berharap ke depan pemerintah segera menertibkan koordinasi dan komunikasi ihwal pengadaan senjata antarlembaga.
"Saya kira aturan-aturannya masih ada yang bolong yang harus diperbaiki. Menurut saya ditertibkan sistem koordinasinya dan ditertibkan atutan perundang-undangan yang dibutuhkan DPR siap membuatnya," lanjut dia.
(Baca: Wiranto Janji Selesaikan Masalah Impor Senjata Brimob yang Tertahan)
Sebelumnya sempat terjadi kegaduhan ihwal impor senjata. Itu berawal dari pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menyatakan ada institusi nonmiliter yang mengimpor 5.000 pucuk senjata.
Pernyataan tersebut diklarifikasi oleh Menter Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Ia mengatakan BIN memang tengah mengimpor 500 pucuk senjata.
Kegaduhan kembali terjadi ihwal senjata impor yang diimpor Polri sebanyak 280 pucuk. Sempat dikabarkan senjata tertahan di badara. Namun Polri mengklarifikasi senjata tak ditahan melainkan tengah diperiksa.