Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Kasus First Travel Terulang, Ini Catatan Ombudsman untuk Kemenag

Kompas.com - 04/10/2017, 13:24 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menilai tata kelola penyelenggaraan umrah belum berjalan baik. Hal ini diketahui setelah dilakukan investigasi beberapa waktu lalu.

Anggota Ombudsman, Ahmad Suaedy mengatakan, investigasi dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat. Laporan tersebut juga terkait dengan kasus penyelenggaraan umrah yang dilaksanakan oleh First Travel.

Ia mengatakan, berdasarkan investigasi ditemukan sejumlah perbedaan data antara jumlah penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang terdaftar di Kemenag dan di penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta.

"Dari 387 PPIU di Kemenag, hanya 83 atau sekitar 21 persen PPIU yang sesuai dengan data di PTSP DKI," kata Suaedy di Ombudsman, Jakarta, Rabu (4/10/2017).

Kemudian, 83 PPIU itu juga terdaftar di data pajak, namun yang berstatus konfirmasi status wajib pajak (KSWP) hanya 64 PPIU.

Sementara 19 PPIU lainnya tercantum tidak valid karena memiliki masalah, misalnya terkait nomor pokok wajib pajak (NPWP) yang tidak sama dengan nama perusahaan atau pimpinannya.

(Baca juga: Cegah Perang Harga, Kementerian Agama Kaji Batas Minimal Biaya Umrah)

Selain itu, juga ditemukan adanya perusahaan yang belum menyerahkan surat laporan pajak (SPT) selama dua tahun.

"Hasil koordinasi dengan PTSP DKI ditemukan 39 PPIU atau sekitar 47 persen melampirkan NPWP sebagai syarat pengurusan izin biro perjalanan, 14 PPIU atau sekitar 17 persen tidak melampirkan NPWP dalam pengurusan izinn dan 30 PPIU atau sekitar 36 persen yang tidak terdaftar," kata Suaedy.

Ombudsman, kata dia, juga menemukan pola rekrutmen jemaah umrah yang berpotensi menimbulkan masalah.

Misalnya, dengan cara merekrut ustaz atau tokoh maayarakat yang bekerja sama dengan PPIU, tetapi dalam penyelenggaraannya PPIU tidak terlibat langsung dalam penyelenggaraan umrah.

"Karena (PPIU) hanya memberikan fasilitas legalitas lembaga untuk memberangkatkam jemaah, atau istilahnya 'pinjam bendera'," kata Suaedy.

Kementerian Agama (Kemenag), lanjut dia, juga tidak memiliki data base jemaah umrah. Dengan kata lain, Kementerian Agama tidak mendata warga yang sudah dan belum berangkat umrah.

Adapun data terkait jamaah umrah hanya ada di penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Namun, secara umum PPIU tidak bersedia memberikan data tersebut kepada pemerintah.

(Baca juga: Kuasa Hukum Korban First Travel Bakal Gugat Kemenag)

Warga antre untuk mengurus pengembalian dana atau refund terkait permasalahan umroh promo di Kantor First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7). Otoritas Jasa Keuangan menutup program umroh promo 2017 First Travel karena menawarkan harga yang tidak wajar, sementara itu pihak First Travel membuka kesempatan bagi calon jamaah untuk melakukan refund dengan pengembalian dana 100 persen atau bersedia untuk diberangkatkan setelah musim Haji 2017 selesai. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/Nz/17.ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN Warga antre untuk mengurus pengembalian dana atau refund terkait permasalahan umroh promo di Kantor First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7). Otoritas Jasa Keuangan menutup program umroh promo 2017 First Travel karena menawarkan harga yang tidak wajar, sementara itu pihak First Travel membuka kesempatan bagi calon jamaah untuk melakukan refund dengan pengembalian dana 100 persen atau bersedia untuk diberangkatkan setelah musim Haji 2017 selesai. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/Nz/17.
Formulasi perbaikan

Sementara, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, Kemenag tengah mengolah formulasi guna memperbaiki dan memperketat regulasi terkait penyelenggaraan ibadah umrah. Misalnya, terkait penyelewengan pajak yang dilakukan First Travel sejak 2016.

"Soal membayar pajak, misalnya. Nah di sinilah nanti kita akan melihat regulasi serta bagian-bagiannya, regulasi mana yang perlu diperkuat dalam rangka kontrol agar kemudian tidak dimungkinkan terjadinya praktek-praktek yang tidak sebagaimana mestinya," kata Lukman.

Terkait kasus First Travel, Kemenag sebelumnya mencabut izin penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel).

Pencabutan izin First Travel tercantum dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 589 Tahun 2017 tentang Penjatuhan Sanksi Administrasi Pencabutan Izin Penyelenggaraan PT First Anugerah Karya Wisata sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Keputusan Menteri tersebut telah berlaku sejak 1 Agustus 2017.

(Baca juga: YLKI: First Travel Bukan Satu-satunya Biro Umrah Bermasalah)

Selain itu, First Travel juga terjerat kasus hukum yang kini ditangani Bareskrim Mabes Polri.

Dalam kasus ini, penyidik menetapkan tiga petinggi First Travel sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki.

Modusnya yakni menjanjikan calon jemaah untuk berangkat umrah dengan target waktu yang ditentukan. Hingga batas waktu tersebut, para calon jamaah tak kunjung menerima jadwal keberangkatan.

Bahkan, sejumlah korban mengaku diminta menyerahkan biaya tambahan agar bisa berangkat.

Kompas TV DPR Gelar Audiensi Soal Korban First Travel
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com