Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Koalisi Pro Demokrasi Jadi Pihak Terkait, MK Dinilai Inkonstitusional

Kompas.com - 02/10/2017, 19:22 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) Alghiffari Aqsa menilai Mahkamah Konstitusi telah melakukan tindakan inkonstitusional terkait sidang pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

MK menolak permohonan Koalisi Masyarakat Sipil Pro Demokrasi sebagai pihak terkait langsung dalam sidang pengujian Perppu Ormas dengan alasan sudah banyak pihak terkait langsung dalam perkara tersebut.

Menurut Alghif, MK seharusnya tidak menolak permohonan dari koalisi sebagai pihak yang terdampak langsung dari terbitnya Perppu Ormas.

"Penolakan tersebut adalah tindakan yang inkonstitusional karena kami pihak yang terdampak. Dengan penolakan itu maka MK telah menutup debat terkait demokrasi dan HAM," ujar Alghif saat memberikan keterangan pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2017).

(Baca: MK Tolak Koalisi Pro Demokrasi Jadi Pihak Terkait Uji Materi Perppu Ormas)

Dengan adanya penolakan tersebut, Alghif mengkhawatirkan putusan MK nantinya hanya berdasarkan pada kepentingan para pemohon.

Sementara, lanjut Alghif, keterangan dari koalisi sebagai pihak terkait langsung, penting untuk didengar dalam sidang sebab argumentasi koalisi didasarkan pada kepentingan yang lebih luas.

Salah satu argumentasi yang diajukan oleh koalisi yakni penerbitan Perppu Ormas berpotensi memberangus kebebasan berserikat dan berorganisasi.

Perppu Ormas memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk membubarkan suatu ormas yang dinilai bertentangan dengan ideologi Pancasila tanpa melalui pengadilan lebih dulu.

(Baca: Saksi Ahli Heran, "Bagaimana Mungkin Ajaran Tuhan Dikatakan Anti-Pancasila?")

Adapun sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi tersebut adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perludem, Walhi, Imparsial, Elsam, Kontras, KPA, HRWG dan KPBI.

"Putusan MK nanti takutnya hanya terbatas pada kepentingan para pihak pemohon pengujian Perppu Ormas, bukan pada kepentingan yang lebih luas, yakni demokrasi dan HAM," kata Alghif.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, seharusnya MK memberikan ruang yang luas bagi semua pihak untuk didengar pendapatnya. Mengingat, proses pengujian Perppu Ormas penting bagi masa depan kebebasan berserikat dan berorganisasi sebagai jantung dari sistem demokrasi.

Selain itu, Al Araf menilai masing-masing pihak terkait langsung memiliki kompetensi dan argumen yang berbeda.

(Baca: Kepada Perwakilan Aksi 299, PAN, Gerindra, dan PKS Janji Tolak Perppu Ormas di Paripurna)

"Seharusnya MK memberikan ruang yang lebih luas terhadap masyarakat. Ini buruk bagi iklim demokrasi. Harusnya MK jangan menghitung berapa banyak pemohon tapi melihat kualitas para pemohon. Masing-masing pihak punya kompetensi dan argumen yang berbeda. Kelompok pro demokrasi seharusnya didengar oleh MK," ujar Al Araf.

Pada Senin (2/10/2017) siang, MK menggelar sidang pengujian Perppu Ormas dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli dari para pihak serta keterangan dari pihak terkait. Sebelumnya MK telah mendengarkan keterangan dari pemerintah.

Untuk diketahui ada sejumlah pihak yang mengajukan gugatan terhadap Perppu Ormas. Di antaranya, Permohonan nomor perkara 39/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto.

Kemudian, Permohonan nomor perkara 41/PUU-XV/2017 diajukan oleh Aliansi Nusantara.

Selain itu, Permohonan nomor perkara 48/PUU-XV/2017 diajukan oleh Yayasan Sharia Law Alqonuni, dan beberapa pihak lainnya.

Secara umum, beberapa Pemohon mempersoalkan penerbitan Perppu Ormas. Menurut Pemohon, penerbitan Perppu tidak dalam keadaan genting dan mendesak sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945.

Beberapa Pemohon juga mempersoalkan pemidanaan terhadap anggota ormaa yang dianggap menyimpang, seperti yang tertuang dalam Pasal 82A Perppu Ormas.

Di dalam pasal itu disebutkan bahwa anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu keamanan, ketertiban dan melakukan tindakan yang menjadi wewenang penegak hukum, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama satu tahun.

Anggota dan/atau pengurus ormas yang menganut, mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila juga dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun.

Kompas TV Pemerintah Nilai Perppu Ormas Tak Batasi Masyarakat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com