Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Sebut Hakim Sidang Praperadilan Novanto Banyak Kejanggalan

Kompas.com - 29/09/2017, 07:10 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch menganggap jalannya sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto diwarnai dengan sejumlah kejanggalan. Kejanggalan tersebut bersumber dari hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar.

Peneliti ICW, Lalola Easter khawatir jika hakim lebih condong pada pihak Novanto sebagai pemohon. "Publik harus mengantisipasi kemungkinan besar dikabulkannya permohonan tersebut oleh Hakim Tunggal, Cepi Iskandar," kata Lola melalui siaran pers, Jumat (29/9/2017).

Adapun enam kejanggalan tersebut, yakni, pertama, hakim menolak memutar rekaman sebagai bukti keterlibatan Novanto dalam proyek e-KTP. Hakim berpendapat bahwa pemutaran rekaman tersebut sudah masuk pokok perkara.

Padahal, justru rekaman itu salah satu dari ratusan bukti yang dibawa KPK untuk membuktikan keabsahan penetapan Novanto sebagai tersangka. Selain itu, hakim menolak eksepsi KPK atas keberatan menguji status penyelidik dan penyidik dan dalil permohonan Novanto yang sudah memasuki substansi pokok perkara. Hal itu menjadi kejanggalan berikutnya.

(Baca:KPK Hadirkan Ahli IT dalam Praperadilan Setya Novanto)

Lola mengatakan, keabsahan dan konstitusionalitas penyelidik dan penyidik independen KPK sudah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 109/PUU-XIII/2015.

"Namun hal tersebut tidak dipertimbangkan oleh Hakim, padahal putusan tersebut mengikat sebagai norma hukum atas peraturan perundang-undangannya yang diuji materilkan," kata Lola.

Ketiga, hakim menunda mendengarkan keterangan ahli Teknologi Informasi Universitas Indonesia, Bob Hardian Syahbudin yang diajukan KPK. Pihak Novanto bersikeras bahwa hal yang ditanyakan KPK kepada Bob merupakan substansi perkara.

Bob sebelumnya juga pernah memberikan keterangan tertulis pada proses penyidikan korupsi e-KTP. Namun, hakim mengabulkan permintaan pihak pemohon untuk menunda mendengar keterangan Bob.

(Baca:Pantau Praperadilan Setya Novanto, Ini Harapan Ketua KPK)

Kejanggalan keempat, kata Lola, yakni hakim mengabaikan permohonan intervensi yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Organisasi Advokat Indonesia (OAI) di awal persidangan. Alasannya, permohonan tersebut belum terdaftar di dalam sistem informasi pencatatan perkara.

Padahal, MAKI telah mendaftarkan gugatan sebagai pemohon intervensi sejak 6 September 2017, seminggu sebelum sidang. "Gugatan intervensi tersebut sejatinya menguatkan posisi KPK, namun akhirnya tidak diperhitungkan oleh Hakim," kata Lola.

Selanjutnya, terkait pertanyaan hakim kepada ahli yang dihadirkan KPK mengenai kelembagaan antirasuah yang sifatnya ad hoc. Padahal, tidak ada materi sidang praperadilan yang berkaitan dengan hal tersebut.

(Baca:Hadapi Praperadilan Setya Novanto, KPK Hadirkan 200 Bukti)

Lola menganggap pertanyaan hakim tidak pada tempatnya sehingga patut dipertanyakan maksudnya mempertanyakan soal itu. Terakhir, adanya laporan kinerja KPK selama sepuluh tahun yang didapatkan pihak Novanto dari panitia khusus hak angket KPK. Padahal, yamg berwenang mengeluarkan dokumen itu adalah Badan Pemeriksa Keuangan.

"Dokumen ini diduga diperoleh tanpa melalui mekanisme yang sah, karena dokumen tersebut diperoleh dari Pansus Angket KPK, bukan dari lembaga resmi yang seharusnya mengeluarkan," kata Lola.

Kompas TV KPK Hadirkan Saksi Ahli di Sidang Praperadilan Setya Novanto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com