Konflik antarinstitusi
Oleh karena itu, Panglima TNI pun diharapkan memberikan contoh baik dalam membangun sinergi antara TNI dengan Polri.
"Panglima TNI seharusnya bisa memberikan contoh dan sikap yang konstruktif dalam membangun sinergitas TNI-Polri," ujar Al Araf.
Selain itu, lanjut Al Araf, pernyataan Gatot juga menunjukkan adanya kesalahan pandangan dari Panglima TNI atas definisi ancaman nasional. Menurut dia, pengerahan kekuatan seharusnya ditujukan untuk menghadapi ancaman bagi negara.
(Baca: Panglima TNI Akui Rekaman Pernyataannya soal 5.000 Senjata Api)
Dalam konteks ini, institusi kepolisian tidak bisa dikategorikan obyek ancaman keamanan negara yang harus diserang oleh TNI.
"Kalaupun terdapat persoalan yang melibatkan sebuah institusi negara, upaya penyelesaiannya seharusnya dilakukan bukan dengan cara-cara koersif seperti melakukan aksi penyerbuan, melainkan melalui kelembagaan politik demokratik dan hukum," tuturnya.
Di sisi lain, Al Araf menilai pernyataan Gatot Nurmantyo tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. UU TNI menyebutkan bahwa TNI adalah alat pertahanan negara yang bertugas menjalankan kebijakan pertahanan negara. Dengan demikian, otoritas pengerahan kekuatan militer hanya bisa dilakukan oleh presiden.
"Dalam negara demokrasi, pengerahan kekuatan militer hanya di presiden," ucap Al Araf.
"Pernyataan Panglima TNI terkait ancaman penyerbuan kepada kepolisian jika polisi membeli senjata penembak tank (anti-tank) adalah pernyataan yang keliru, tidak tepat dan berlebihan serta menyalahi UU TNI," kata dia.
(Baca: Politisi PDI-P: Tidak Etis Panglima TNI Menyatakan akan Menyerbu Lembaga Tinggi Negara)
Sementara itu, Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo harus menyatakan sikapnya terkait pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Menurut Puri, pernyataan langsung dari Presiden Jokowi penting untuk menunjukkan sejauh mana soliditas seluruh aparat keamanan, termasuk TNI dan Polri, tetap terjaga.
"Jokowi harus bersikap untuk menunjukkan bahwa aktor keamanan di Indonesia solid di bawah kontrol Presiden," ujar Puri.
"Presiden harus memastikan aktor-aktor keamanan tidak akan melakukan tindakan di luar hukum," kata dia.
Di sisi lain, kata Puri, sebagai panglima tertinggi Presiden Jokowi harus bisa memastikan seluruh aparat keamanan seperti TNI, Polri dan BIN, bersikap profesional. Menurut Puri, seluruh aktor di sektor keamanan seharusnya tunduk pada otoritas sipil demokratis, yakni presiden, dan bertindak dalam koridor hukum.
"Kita ingin punya TNI yang tunduk pada konstitusi," ucap Puri.