Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Diminta Evaluasi Panglima TNI Terkait Bocornya Informasi Intelijen

Kompas.com - 25/09/2017, 15:14 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf menilai, Presiden Joko Widodo dan DPR harus segera mengevaluasi Panglima TNI Gatot Nurmantyo terkait pernyataan mengenai adanya institusi negara yang memesan 5000 unit senjata api dengan mencatut nama Presiden.

Pernyataan tersebut diungkapkan Gatot dalam pertemuan dengan para purnawirawan TNI di Mabes TNI, Cilangkap, pada 23 September 2017.

Menurut Al Araf, pernyataan Gatot tidak sejalan dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Intelijen.

"Presiden Jokowi dan DPR harus segera mengevaluasi Panglima TNI. Kami anggap pernyataan Panglima tersebut merupakan satu sikap yang tidak tepat dan tidak sejalan dengan UU TNI dan UU Intelijen," ujar Al Araf saat konferensi pers di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017).

Baca: Setara: Jokowi Mesti Hati-hati Sikapi Panglima TNI

Al Araf menjelaskan, Panglima TNI seharusnya tidak boleh menyampaikan informasi intelijen yang diperolehnya kkepada publik, melainkan harus disampaikan kepada Presiden sebagai end-user dari institusi intelijen.

Hakikat dari informasi intelijen, kata Al Araf, bersifat rahasia sehingga langkah Panglima TNI menyampaikan informasi intelijen kepada publik merupakan tindakan yang salah dan keliru.

Selain itu, Al Araf menilai informasi intelijen yang disampaikan oleh Panglima TNI memiliki tingkat keakuratan yang lemah sebagaimana terlihat dari munculnya pelurusan informasi dari Menko Polhukam Wiranto.

Menurut dia, polemik soal adanya institusi yang memesan 5.000 unit senjata api bukan hanya sebatas persoalan miskomunikasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Wiranto.

Akan tetapi, hal itu menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sikap dan tindakan Panglima TNI sekaligus permasalahan serius dalam dunia intelijen, khususnya dalam menjaga sifat kerahasiaan dan akurasi data intelijen.

Baca: Panglima TNI Akui Rekaman Pernyataannya soal 5.000 Senjata Api

"Padahal prinsip kerja intelijen itu seharusnya velox et exactus (cepat dan akurat). Info intelijen juga seharusnya bersifat rahasia. Akurasi dan validasinya juga lemah. Itu (pernyataan Panglima TNI) sudah dibantah Wiranto," ujar dia.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membenarkan dirinya yang berbicara dalam video yang viral di media sosial.

Di dalam video itu, Gatot berbicara soal ancaman keamanan lantaran adanya lembaga non-militer yang membeli 5.000 pucuk senjata.

Namun, kata Gatot, ucapannya itu sebenarnya merupakan informasi intelijen dan tidak untuk diekspos ke pers atau publik.

Akan tetapi, pembicaraannya itu justru bocor ke media sosial.

"Saya tidak pernah 'press release' (soal senjata), saya hanya menyampaikan kepada purnawirawan, namun berita itu keluar. Saya tidak akan menanggapi terkait itu (senjata ilegal)," kata Panglima TNI usai menutup Kejurnas Karate Piala Panglima TNI Tahun 2017, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu (24/9/2017) malam seperti dikutip dari Antaranews.com.

Halaman:


Terkini Lainnya

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com