JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian menambah jumlah personel untuk mengamankan sidang kedua praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/9/2017).
Kapolsek Pasar Minggu Kompol Harsono mengatakan, penambahan personel pengamanan dilakukan karena massa yang akan menggelar aksi di depan pengadilan lebih banyak daripada sidang pertama.
"Jumlah mereka (massa) bertambah juga. Massa sekarang sudah 200 lebih," ujar Harsono, saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat pagi.
Di Halaman Pengadilan, dibangun pos Detasemen pelopor satuan Brimob Polda Metro Jaya. Satu mobil Korps Brimob juga bersiaga di halaman parkir.
Baca juga: Pengacara Novanto: KPK Hanya Pinjam Alat Bukti dari Kasus Pejabat Kemendagri
Pada Rabu (20/9/2017), sebanyak 110 polisi melekat untuk mengamankan. Pada hari ini, jumlahnya ditambah menjadi 230 polisi.
"Pengamanan dari jajaran Polda, Polres, dan Polsek. Ditambah Brimob 60, Sabhara 100," kata Harsono.
Adapun, kelompok yang melakukan aksi di depan pengadilan yaitu dari SOKSI, Angkatan Muda Partai Golkar (GMPK), dan kubu pro KPK.
Harsono mengatakan, penambahan personel pengamanan merupakan inisiatif kepolisian.
"Pengadilan hanya minta diamankan. Ini antisipasi biar dua kubu tidak ketemu. Kemungkinan ricuh sih tidak, tapi yang namanya orang banyak," kata Harsono.
Humas PN Jakarta Selatan I Made Sutrisna mengatakan, pengamanan polisi akan melekat hingga akhir sidang praperadilan. Rencananya, putusan hakim praperadilan akan dibacakan pada Jumat (29/9/2017).
Baca: KPK Akan Percaya Diri Jawab Keberatan Setya Novanto di Praperadilan
"Pemeriksaan KTP di hari mendatang standarnya akan seperti ini untuk menjaga ketertiban," kata Made.
Dalam sidang kedua pada hari ini, KPK akan membacakan jawaban atas keberatan Novanto sebagai pihak pemohon pada Rabu lalu.
Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.
Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu. Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.
Saat menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.
Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP.
Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.