Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Kompas: 88,4 Persen Responden Anggap Narkoba Ancam Ketahanan Bangsa

Kompas.com - 08/08/2017, 14:14 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Litbang Kompas, Andreas Yoga Prasetyo mengatakan, peredaran narkoba di Indonesia menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat.

Hal tersebut terekam dalam hasil survei Litbang Kompas pada 2-4 Agustus 2017 lalu.

Sebanyak 88,4 persen responden menganggap peredaran narkoba sudah pada tahap sangat mengancam ketahanan bangsa.

"Upaya membebaskan generasi dari gurita narkoba membutuhkan komitmen kuat antar-pemangku kebijakan," ujar Andreas seperti dikutip dari Harian Kompas, Selasa (8/8/2017).

Sementara itu, sebanyak 7,5 persen responden menjawab bahwa peredaran narkoba mengancam, namun masih tahap awal.

Sebanyak 2,8 persen responden menyatakan tidak mengancam, dan 1,3 persen responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

Selain itu, pada survei, sebanyak 51,5 responden mengaku memiliki kerabat atau anggota keluarga yang pernah menyalahgunakan narkoba.

Andreas mengatakan, sebagian besar penyembuhan mereka dilakukan dengan masuk panti rehabilitasi yang memakan waktu dan biaya yang tak sedikit.

Data BNN menyebutkan, dua dari 100 pelajar dan mahasiswa di Indonesia menggunakan narkoba.

"Terpaparnya pecandu narkoba berusia muda ini jadi ancaman yang serius dan berpotensi merusak semangat dan mental generasi muda membangun bangsa," kata Andreas. "Generasi muda yang mengonsumsi psikotropika tak akan bisa produktif karena sistem saraf otaknya rusak," lanjut dia.

Dalam jangka panjang, kata Andreas, dengan makin banyaknya generasi bangsa yang "dijajah" narkoba, sudah pasti hal itu dapat merongrong ketahanan bangsa.

Presiden Joko Widodo sudah menyatakan perang terhadap kejahatan narkoba dan menyatakan Indonesia dalam kondisi darurat narkoba.

Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian juga memerintahkan agar bandar narkoba ditindak tegas.

Tito yakin tindakan tegas dapat mengurangi peredaran narkoba sebagaimana terjadi di Filipina.

Berdasarkan survei tersebut, sebagian besar responden, yaitu 31,6 persen, menganggap kondisi darurat narkoba tersebut akibat pengaruh gaya hidup dan pergaulan.

"Gaya hidup bebas serta perkembangan teknologi informasi membuat peredaran mudah luput dari pengawasan," kata Andreas.

Sementara itu, 25,5 persen responden menganggap narkoba masih menjadi ancaman karena aparat hukum belum maksimal.

Selebihnya berpendapat bahwa hal ini karena minimnya pendidikan bahaya narkoba (6,4 persen), peredaran narkoba masih bebas (6,4 persen), aturan hukum kurang mendukung (5,8 persen), hukuman tidak memberi efek jera (4,9), serta alasan lainnya (11,3 persen).

Andreas menilai, faktor penegakan hukum bukan satu-satunya masalah yang harus dikuatkan melepas jeratan itu. Partisipasi masyarakat juga dibutuhkan.

"Beberapa hal bisa dilakukan warga, seperti mengawasi pergaulan anak atau kerabat di rumah, dan melapor ke pihak berwenang jika mengetahui narkoba," kata Andreas.

Hasil survei Kompas selengkapnya bisa Anda baca dalam berita "Jajak Pencapat Kompas Menutup Celah Ancaman Narkoba", pada Harian Kompas, 7 Agustus 2017. 

Kompas TV Serempak Bunyikan Kentongan untuk Ingatkan Bahaya Narkoba

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com