JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am menilai, hiruk pikuk rencana penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur pada hakekatnya tidak mempermasalahkan boleh atau tidaknya.
Permasalahan saat ini, kata dia, lebih kepada tingkat kepercayaan publik terhadap pengelola dana haji tersebut.
"Persoalannya dari aspek keterpercayaan. (Kekhawatiran masyarakat) dana APBN saja dikeruk, dibikin bancakan. Jangan-jangan dana umat dibuat bancakan juga," kata Asrorun dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/8/2017).
(baca: Ketua Komisi VIII: Tak Ada Jalan Gunakan Dana Haji untuk Infrastruktur)
Idealnya, kata dia, pihak yang diberikan kepercayaan mengelola dana tersebut adalah yang terpercaya.
Ada dua kategori terpercaya, yakni kompeten dan kredibel.
Asrorun menilai, sebetulnya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memenuhi kategori kompeten.
"Ada ekonom, ahli fiskal macam-macam. Tapi soal kredibilitas? Apalagi dikaitkan sama tarik menarik peta politik 2019," tuturnya.
(baca: Menag: Dana Haji Boleh untuk Investasi Infrastruktur Selama Sesuai Syariah)
Asrorun menjelaskan, pada prinsipnya dana calon jemaah haji yang sudah dibayarkan namun masih masuk daftar tunggu secara syari masih milik jemaah.
Oleh karena itu, otoritas penggunaannya juga kembali kepada jemaah tersebut.\
Namun, dana tersebut bisa dikelola untuk kepentingan yang produktif serta memenuhi empat syarat.
Empat syarat tersebut di antaranya memenuhi prinsip syariah, aman, bermanfaat untuk kemaslahatan umat, dan likuid.
"Kalau asumsinya yang punya negara membiayai untuk pembiayaan negara, ya enggak ada masalah. Aman itu," ucapnya.
(baca: Ketua MUI: Dana Haji Boleh Diinvestasikan untuk Infrastruktur)