Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
F.X. Lilik Dwi Mardjianto
Ketua Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara

pengagum jurnalisme | penikmat sastra | pecandu tawa riang keluarga

Apakah Website Terlalu Usang Untuk Jurnalisme Digital?

Kompas.com - 20/06/2017, 04:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Modul kedua adalah Create. Melalui fitur ini, jurnalis akan mengemas berbagai format berita. Melalui antarmuka yang sederhana, jurnalis bisa menulis, mengunggah foto, menambahkan infografis dan sebagainya.

Berikutnya adalah Relate. Ini adalah modul khusus untuk menambahkan metadata. Penandaan atau tagging adalah bentuk yang paling sering digunakan.

Melalui fitur ini, pembaca akan dengan mudah menemukan artikel atau bentuk jurnalistik lain yang mereka inginkan.

Modul yang keempat adalah Curate. Fitur ini dibuat untuk keperluan pengguna. Publik yang terdaftar di dalam platform ini bisa mengatur konten yang sangat personal, atau sesuai dengan minat dan keinginan setiap pengguna.

Fitur selanjutnya adalah Engage. Melalui fitur ini, setiap jurnalis akan mendapatkan informasi tentang performa artikel atau produk yang dihasilkan. Setiap jurnalis akan mendapatkan laporan jumlah pembaca yang menyukai, membagikan, atau sekedar membaca berita yang telah dibuat.

Schibsted Media Group meyakini bahwa seorang jurnalis modern tidak hanya bertugas mengemas berita, namun juga menjaganya tetap dibaca dan disukai.

Fitur atau modul yang terakhir adalah Stream yang memungkinkan tim redaksi mengunggah berbagai bentuk jurnalisme visual.

Sebuah tren

Bisa saja Bingdu, Upday, dan enam modul yang diusung oleh Schibsted Media Group adalah tindakan irasional. Namun, pada kenyataannya, sebagian besar pimpinan media di berbagai belahan dunia menganggapnya sebagai sebuah tren yang perlu diikuti.

Nic Newman dalam Journalism, Media, and Technology Trends and Predictions 2017 membuktikan hal itu. Laporan tahunan yang diterbitkan oleh Reuters Institute itu melibatkan 143 pimpinan media digital dari 24 negara.

Para pimpinan media itu diminta untuk memberikan pandangan dan strategi pengembangan media yang mereka pimpin.

Sebagian besar pimpinan media digital sepakat bahwa “perang” antara media dan platform akan semakin gencar. Oleh karena itu, sebagian besar pimpinan media digital itu (73 persen) ingin bersaing dengan platform.

Hanya 21 persen dari pimpinan media yang tetap bertahan dengan website mereka, sementara sisanya (6 persen) masih akan bergantung pada platform dari pihak lain.

Pilihan untuk membuat platform adalah solusi bagi media online untuk lebih meningkatkan interaktivitas dengan publik. Bahkan interaktivitas ini bisa sampai ke level personal.

Supaya lebih mudah, mari kita membandingkan website dan platform. Ibaratnya, website adalah sebuah taman. Semua orang bisa datang dan pergi, namun pengelola taman tidak pernah mengenal pengunjng satu-persatu.

Meskipun disediakan buku tamu, belum tentu orang akan mengisinya. Kondisi ini membuat pengelola taman hanya akan mengandalkan intuisi dan data yang terbatas untuk membuat taman tersebut tetap disukai oleh pendatang.

Sementara itu, platform mirip sebuah hotel. Mereka yang bisa menginap adalah mereka yang sudah datang, mendaftar, dan membayar. Bahkan, pengunjung hotel akan mendapatkan layanan yang interaktif dan personal, sejak di depan customer service hingga berbagai fitur mutakhir di dalam kamar.

Sesampainya di kamar, pengunjung bisa meminta atau mencari menu makanan yang mereka suka, mengakses fitur pemesanan, dan menikmatinya. Tidak hanya itu, berbekal data ketika registrasi, pihak manajemen hotel bisa mengirimkan notifikasi tak terbatas ke email, ponsel, bahkan surat ke alamat rumah pelanggan.

Laporan Reuters Institute menunjukkan media online sedang gelisah karena himpitan berbagai platform raksasa. Membangun platform sendiri adalah salah satu opsi utama yang mereka pilih.

Bagaimana dengan media online di Indonesia? Kita perlu riset untuk mengetahui tingkat kegelisahan mereka. Bisa jadi, setumpuk pertimbangan teknis dan finansial membuat media online di Indonesia enggan untuk membangun platform.

Namun, gejolak apapun yang sedang dihadapi manajemen media online di Indonesia, pilihannya jelas: Apakah media online cukup merasa puas hanya memiliki “taman”? Atau terpacu untuk juga memiliki “hotel”?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com