JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya aksi persekusi yang dilakukan oleh satu pihak terhadap pihak lainnya dinilai semakin mengkhawatirkan. Apalagi, persekusi juga bisa menimpa anak-anak.
Peran aktif lembaga advokasi seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan lembaga sejenis lainnya sangat dibutuhkan. Namun, hingga saat ini peran lembaga tersebut seolah senyap.
"Aku beberapa hari ini juga menunggu respon KPAI, tapi ya tidak ada," ujar Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik KontraS, Putri Kanesia, saat dihubungi, Senin (5/6/2017).
Beberapa waktu lalu beredar video di media sosial, seorang anak dikelilingi pria dewasa yang merupakan ormas agama tertentu. Beberapa orang anggota ormas sempat memukul sang anak di bagian kepala dan wajah. Anak itu tampak hanya diam dengan wajah ketakutan.
Menurut Putri, terlepas bahwa si-anak tersebut telah melakukan tindakan yang kurang pantas di media sosial, misalnya mencaci atau berkata yang tidak tepat, namun statusnya tetaplah anak-anak. Ia berhak mendapatkan pembelaan atas persoalan yang dibuatnya.
Oleh karena itu, peran lembaga pelindung sangat dibutuhkan pada persoalan ini.
"Ini soal nasib anak dibawah umur yang diperlakukan kurang pantas, tapi enggak direspon," kata Putri.
(Baca: Gerak Cepat Polisi Tangani Persekusi Terhadap Seorang Remaja di Cipinang)
Menurut Putri, KPAI dan lembaga advokasi lainnya perlu meningkatkan kinerja dan dalam mengambil tindakan tidak menunggu ada desakan publik atau setelah publik ramai membicarakan masalah tersebut.
"KPAI harus objektif, dalam menangani kasus, Harusnya tidak merujuk pada kepentingan pihak-pihak tertentu atau hanya karena kasus tersebut ramai dibahas di media," kata Putri.
Sementara Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pihaknya telah melakukan sejumlah langkah merespons persoalan persekusi yang ramai dilakukan di masyarakat.
"KPAI lakukan kampanye terus untuk stop kekerasan terhadap anak, dan kampanye literasi pemanfataan media sosial," kata Asrorun saat dihubungi.
(Baca: Cegah Persekusi, Anak di Bawah Umur Disarankan Tak Bermain Media Sosial)
Asrorun menilai, ujaran kebencian yang disampaikan melalui media sosoal merupakan perbuatan yang dilarang, sekalipun pelakunya adalah anak-anak. Oleh karena itu, perlu ada literasi pemanfaatan media digital. Sebab, aturan atau hukum serta etika yang berlaku harus ditegakkan. Begitu pun jika ada anak-anak yang jadi korban persekusi.
Perlindungan rehabilitasi mental dan sosial perlu dilakukan, karena itu menjadi hak dasar anak tersebut.
"Tidak boleh ada tindak kekrasan terhadap anak, tindakan main hakim sendiri terhadap dugaan pelaku tindak pidana tetap tidak dibenarkan," kata Asrorun.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.