JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Psikologi Klinis Ratih Ibrahim dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang praperadilan yang diajukan tersangka Miryam S Haryani, mantan anggota Komisi II DPR RI.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/5/2017), Ratih menjelaskan hasil observasinya setelah melihat video pemeriksaan Miryam oleh KPK.
Pemeriksaan Miryam terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Menurut Ratih, observasi dilakukan terhadap rekaman audio visual pemeriksan Miryam tanggal 1 Desember, 7 Desember, 14 Desember dan 24 Januari 2017.
Fokusnya, mengobservasi apakah ada intimidasi pada pemeriksaan tersebut atau tidak.
(Baca: Menangis, Mantan Anggota Komisi II Bantah Semua Isi BAP soal E-KTP)
Untuk menjaga objektivitas, Ratih mengatakan, observasi dilakukan bersama tim yang terdiri seorang psikolog dan sarjana psikolog.
"Dari hasil pengamatan yang mendalam, maka interpretasi kami dari saudari Miryam S Haryani, yang bersangkutan tampak rileks dan tenang," kata Ratih di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis siang.
Kemudian dari cara bicara, lanjut Ratih, Miryam berbicara secara aktif, ekspresif, dengan suara yang cukup lantang dan tidak ada indikasi takut maupun terancam selama proses pemeriksaan.
(Baca: Mantan Anggota Komisi II Mengaku Tertekan Saat Diperiksa soal E-KTP)
"Bahkan ada saat-saat di mana yang bersangkutan tampil lebih dominan terhadap penyidik," ujar Ratih.
Ratih juga mengobservasi ekspresi atau mimik penyidik KPK dalam video pemeriksaan Miryam.
Menurut observasinya, penyidik menjalankan fungsi untuk bertanya dan menggali informasi memperhatikan sikap dan perilakunya.
(baca: Penyidik: Miryam Takut Serahkan Uang E-KTP ke KPK karena Diancam)
Penampilan penyidik KPK, menurut dia, bertata krama, cair, tidak kaku dan ada bercanda dan tertawa bersama.
"Ruangan (pemeriksaan) yang ada di gedung KPK cukup memadai, bangku yang cukup, luas ruangan tidak sempit dan besar. Jadi kesimpulan ruangan memadai dan cukup privat," ujar Ratih.
Dari observasi terhadap video pemeriksaan, Ratih dapat menyimpulkan bahwa tidak ada intimidasi dari penyidik KPK.
Salah satu pengacara Miryam, Heru Andeska, pada awalnya menyatakan keberatan dihadirkannya ahli psikolog. Alasannya karena menyangkut materi pokok perkara.
(baca: 5 Anggota DPR Ini Disebut Ancam Miryam S Haryani terkait Korupsi E-KTP)
Namun, hakim tunggal yang memimpin sidang, Asiadi Sembiring tidak menerima keberatan pihak Miryam.
"Belum diperiksa saudara bilang pokok perkara. Alasan yang relevan. Keberatan saudara dicatat, tapi tidak diterima," ujar Asiadi.
Miryam mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan pemberi keterangan palsu di sidang e-KTP. Pihak Miryam beranggapan penetapan tersangka tersebut tidak sah.
Miryam diduga sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Miryam membantah semua keterangan yang ia sampaikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) soal pembagian uang hasil korupsi e-KTP.
Miryam menganulir seluruh keterangan dalam BAP yang telah ia tandatangani. Menurut Miryam, keterangan yang sampaikan tersebut di bawah ancaman penyidik KPK.
Sambil menangis, Miryam mengatakan, ancaman itu dilakukan tiga penyidik KPK, dua di antaranya yakni Novel Baswedan dan Ambarita Damanik.
Meski dikonfrontasi oleh tiga penyidik KPK, Miryam tetap pada keterangannya sejak awal persidangan.