JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kemenkumham menjelaskan ke publik, dasar keputusan membebaskan mantan jaksa Urip Tri Gunawan.
Urip adalah jaksa yang divonis 20 tahun setelah terbukti menerima suap dari Bank Dagang Nasional Indonesia terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Misalnya perlu clearkan Kementerian Hukum dan HAM dan Dirjen Pemasyarakatan sedetail-detailnya kepada publik jadi bukan hanya kepentingan KPK yang menangani kasus ini, tetapi kepentingan publik yang jauh lebih besar yang dirugikan akibat tindak pidana korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (15/5/2017).
Sebab, KPK yang menangani perkara kasus suap yang menyeret Urip menyatakan, mantan jaksa itu divonis 20 tahun penjara pada 2008.
Namun, belum sampai separuh menjalani masa hukuman, Urip sudah dapat pembebasan bersyarat.
"Kalaupun saat ini setelah dipotong masa tahanan tentu belum semua masa hukuman dilakukan," ujar Febri.
Bahkan, kata Febri, ada aturan di Dirjen Pemasyarakatan bahwa tahanan yang dibebaskan bersyarat ialah mereka yang sudah menjalani minimal dua per tiga dari masa hukumannya.
KPK meminta Kemenkumham dan HAM hati-hati mengeluarkan putusan, karena ini menyangkut juga terpidana kasus korupsi lain.
"Jangan sampai pemerintah dinilai tidak konsisten di satu sisi bicara soal komitmen pemberantasan korupsi tapi di sisi lain ada kelonggaran-kelonggaran yang ditemukan publik ketika ancaman hukuman 20 tahun tapi hanya menjalani bahkan kurang dari setengah putusan tersebut," ujar Febri.
Febri menyatakan, KPK belum mendapat surat dari Kemenkumham soal pembebasan bersyarat Jaksa Urip.
Menurut dia, KPK pernah menerima surat dari Kemenkumham soal Jaksa Urip tetap mengenai denda.
Urip divonis hukuman 20 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 4 September 2008.
(Baca: Urip Tri Gunawan Bebas Bersyarat, KPK Kritik Menkumham)
Ia terbukti menerima uang terkait jabatannya sebagai anggota tim jaksa penyelidik perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Bantuan itu diberikan Bank Dagang Nasional Indonesia milik Sjamsul Nursalim.