Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadjroel Pertanyakan Pengusutan Dugaan KKN Keluarga Cendana

Kompas.com - 15/05/2017, 06:45 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan aktivis di era Orde Baru, Mochamad Fadjroel Rachman mempertanyakan peradilan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Presiden ke-2 RI Seoharto beserta para kroninya.

Kasus peradilan bagi Soeharto dan kroninya menurutnya tidak berjalan. Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi bertajuk "Peran Mahasiswa Dalam Menjaga NKRI" yang menjadi rangkaian kegiatan Refleksi 19 Tahun Reformasi "Melawan Kebangkitan Orde Baru" yang diadakan Persatuan Nasional Aktifis 98 (PENA 98), di Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (14/5/2017).

Fadjroel menilai upaya untuk membawa kasus korupsi yang diduga melibatkan Soeharto dan para kroninya nol besar. Sehingga, menurut dia, perjuangan ini menjadi salah satu yang belum terselesaikan setelah 1998.

"Soal peradilan Soeharto dan kroninya, itu nol besar," kata Fadjroel.

(Baca: Berebut Kartu Mati Politik Cendana?)

Fadjroel menyebut, salah satu penelitian internasional soal transparasi, Soeharto mengumpulkan banyak kekayaan dari negara.

Dia menduga, kekayaan Soeharto yang tidak tersentuh hukum itu telah beralih ke beberapa pengusaha dan konglomerat yang hingga sekarang masih eksis.

"Makanya kalau anda melihat pada hari ini ada konglomerat iti sebenarnya orang-orang lama. Tidak ada perubahan pada wilayah itu. Jadi Ada transformasi nama, akta notaris, nama baru yang megang harta lama," ujar Fadjroel.

(Baca: Melintasi "Rumah Cendana", Kediaman Sang Penguasa Orba...)

Sayangnya, lanjut dia, setelah reformasi, undang-undang dalam pemberantasan korupsi, yang muncul lewat lahirnya KPK membantasi pengusutan kasus korupsi hanya sampai tahun 1999.

"Kita yang dilahirkan adalah Undang-Undang KPK di mana (ada) Undang-Undang (yang) cuma boleh 99 (1999) ke atas. Tidak boleh tahun 99 ke bawah. Karena itu harta Soeharto dan keluarganya tidak tersentuh," ujar Fadjroel.

Dia membandingkan penelitiannya di Filipina, ketika Presiden Ferdinan Marcos tumbang dan kasus korupsinya diusut. Presiden penggantinya Corazon Aquino, menurutnya, bisa menyita harta Marcos dan kroninya yang diduga dari korupsi.

"Hampir setengah hartanya bisa diambil," ujar Fadjroel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com