Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pembekuan Dana Reses Anggota, Sekjen DPD Bantah Berpolitik

Kompas.com - 12/05/2017, 18:05 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto membantah dirinya ikut berpolitik dalam penetuan kebijakan pemberian dana reses bagi anggota DPD.

Dalam surat pernyataan tertanggal 8 Mei 2017 oleh Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) dijelaskan bahwa hak keuangan anggota baru dapat diambil jika anggota DPD RI menghadiri sidang paripurna dan kegiatan alat kelengkapan DPD yang dikoordinasikan di bawah kepemimpinan pimpinan DPD yang dilantik pada 4 April 2017.

Mereka kemudian harus menandatangani surat pernyataan serta menyampaikan laporan reses.

"Enggak (berpolitik). Kan Sekjen hanya melaksanakan keputusan rapat paripurna. Politik wilayah anggota," ujar Sudarsono saat ditemui di Pulau Dua Resto, Senayan, Jakarta, Jumat (12/5/2017).

"Saya bersama jajaran hanya menindaklanjuti keputusan politik yang diputuskan di Paripurna," sambungnya.

(baca: Tolak Oesman Sapta, 23 Anggota DPD Dana Resesnya Dibekukan)

Ia menyampaikan, hingga saat ini sejumlah 104 dari total 130 anggota telah menandatangani surat pernyataan tersebut.

Sedangkan 26 lainnya belum menandatangani dengan berbagai alasan.

Meski begitu, Sudarsono menuturkan, adanya surat pernyataan tersebut merupakan sebuah hal baru yang dapat dinilai positif.

Sebab, penggunaan APBN harus disertai pertanggungjawaban.

Anggota DPD yang Tak Akui Kepemimpinan Oesman Sapta Akan Diberi Sanksi

Selama ini, sanksi hanya diberikan oleh Badan Kehormatan DPD jika ada anggota yang jarang menghadiri sidang atau rapat.

Hal ini belum diterapkan pada masa-masa sidang sebelumnya, sehingga dinilai menjadi hal positif terkait tata kelola keuangan lembaga DPD.

"Itu menjadi acuan kesetjenan bukan hanya reses sekarang, tapi juga di masa sidang nanti siapa yang tidak mengikuti rapat alat kelengakapan kan ketahuan, sanksinya jelas. Jadi bagus sekali untuk akuntabilitas dan tanggung jawab anggota kepada publik," tuturnya.

Dualisme Kepemimpinan DPD Belum Berakhir

"Saya kira preseden bagus untuk penguatan DPD secara internal bahwa ada disiplin anggota yang harus dipatuhi dan ini kewajiban," tuturnya.

Adapun polemik di DPD bermula dari adanya Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Nomor 1 Tahun 2017 yang salah satunya mengatur masa jabatan pimpinan DPD dari lima tahun menjadi dua tahun enam bulan.

Pada 30 Maret, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan yang isinya membatalkan kedua Tata Tertib DPD itu.

Namun, pada awal April, sebagian anggota DPD tetap menjalankan pemilihan hingga dini hari dan menetapkan Oesman, Nono, dan Darmayanti sebagai pimpinan DPD menggantikan M Saleh, GKR Hemas, dan Farouk Muhammad.

Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Suwardi memandu Oesman, Nono, dan Darmayanti mengucapkan sumpah jabatan.

Kepemimpinan yang baru itu tidak diakui sebagian anggota DPD, termasuk Hemas dan Farouk Muhammad.

Saat ini, Hemas melakukan perlawanan lewat jalur hukum, yakni mengajukan permohonan terkait langkah administratif Mahkamah Agung yang memandu sumpah jabatan Oesman, Nono, dan Darmayanti ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Kompas TV Dualisme Kepemimpinan DPD Belum Berakhir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com