Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rangkuman 8 Fakta Menarik dari Sidang Kelima Kasus E-KTP

Kompas.com - 04/04/2017, 09:30 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/4/2017).

Sidang kelima ini memunculkan berbagai hal menarik, mulai dari "nyanyian" mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, hingga pengakuan penerimaan uang oleh anggota DPR RI.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 9 saksi.

Selain Nazaruddin, jaksa menghadirkan mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Khatibul Umam Wiranu; mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Mohammad Jafar Hafsah, dan PNS aktif Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Dian Hasanah.

Saksi lainnya, mantan Ketua Banggar DPR RI, Melchias Markus Mekeng dan mantan staf Dirjen Dukcapil, Yosep Sumartono, serta mantan staf Fraksi Partai Demokrat, Eva Ompita.

Ada pula saksi dari pihak swasta bernama Vidi Gunawan dan dosen Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), Munawar Ahmad.

Berikut rangkuman 8 hal menarik yang terungkap selama persidangan kelima:

1. Peran Demokrat dan Anas Urbaningrum

Nazaruddin mengakui bahwa persetujuan anggaran proyek e-KTP dibahas di Ruang Fraksi Partai Demokrat.

Menurut Nazar, pembahasan proyek e-KTP sebenarnya sudah dibahas Komisi II DPR.

Namun, anggaran proyek tersebut ingin menggunakan dana APBN perubahan 2010, dan ingin dibuat program multiyears atau tahun jamak.

Nazar menyebutkan, karena anggaran yang dibutuhkan jumlahnya fantastis, harus ada dukungan fraksi yang paling besar di DPR.

Dalam pertemuan di ruang Fraksi Demokrat, Ignatius Mulyono dan Mustoko Weni menjelaskan bahwa akan ada pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang akan mengawal anggaran.

(Baca: Anas Urbaningrum Disebut Minta Rp 20 Miliar ke Andi Narogong untuk Biaya Kongres)

Menurut Nazar, pada akhirnya Anas Urbaningrum sepakat untuk mendukung disetujuinya anggaran proyek e-KTP.

Anas meminta agar anggota Fraksi Demokrat yang bertugas di Badan Anggaran DPR RI untuk menyetujui anggaran e-KTP.

Nazar menyebut uang korupsi dalam proyek e-KTP juga dinikmati Anas Urbaningrum.

Salah satunya untuk biaya pemenangan Anas dalam Kongres pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat 2010.

Awalnya Anas meminta uang pada Andi Agustinus alias Andi Narogong sebesar Rp 500 miliar. Namun, pada saat itu Andi baru memberikan Rp 20 miliar.

2. Jafar Hafsah terima 100.000 dollar AS untuk beli mobil

Menurut Nazar, awalnya Mohammad Jafar Hafsah baru terpilih sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, menggantikan Anas Urbaningrum yang baru terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Saat itu, menurut Nazar, Jafar meminta uang untuk membeli mobil.

Anas kemudian memerintahkan Nazar untuk memberikan uang sebesar 100.000 dollar AS kepada Jafar.

(Baca: Jafar Hafsah Kembalikan Rp 1 Miliar yang Disebut Uang Korupsi e-KTP)

Uang tersebut merupakan sebagian dari uang yang diberikan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Dalam persidangan, Jafar mengaku menerima uang dan digunakan untuk membeli Land Cruiser.

Namun, ia tidak mengetahui bahwa uang tersebut terkait proyek e-KTP. Kepada majelis hakim, Jafar mengaku telah menyerahkan uang setara Rp 1 miliar tersebut kepada penyidik KPK.

3. Khatibul terima 400.000 dollar AS dari proyek e-KTP untuk jadi Ketua GP Anshor

Nazaruddin juga menyebut bahwa anggota Fraksi Partai Demokrat, Khatibul Umam Wiranu, pernah menerima 400.000 dollar AS dari proyek e-KTP.

Uang itu digunakan untuk suksesi pencalonan Khatibul dalam pemilihan Ketua Umum GP Anshor.

Namun, keterangan Nazar kali ini dibantah oleh Khatibul. Bahkan, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR itu menyatakan siap untuk dikonfrontasi dengan saksi-saksi lainnya.

Baca:
- Nazaruddin: Khatibul Terima 400.000 Dollar AS dari E-KTP untuk Jadi Ketum GP Anshor

- Khatibul Umam Bantah Terima Uang E-KTP Saat Pencalonan Ketua GP Anshor

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com