KPU disusupi parpol
Netralitas KPU yang diujung tanduk semakin menjadi ketika muncul wacana mengembalikan keanggotaan KPU dari partai politik (parpol). Sekembalinya Panitia Khusus Rancangan Undang-undang (Pansus RUU) Pemilu melakukan kunjungan kerja ke Jerman, wacana tersebut mulai menguat.
"Di situlah katanya kalau dari partai politik saling menjaga. Enggak mungkin di situ ada kecurangan karena akan ketahuan," ujar Anggota Komisi II Yandri Susanto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Meski demikian, keanggotaan KPU dari parpol tidak serta merta mengurangi unsur kecurangan dalam pemilu secara signifikan. Pada Pemilu 1999, dengan keanggotaan KPU dari parpol, semuanya memang saling mengawasi.
(Baca: Pimpinan Pansus RUU Pemilu Kembali Wacanakan Anggota KPU dari Parpol)
Namun faktanya, dugaan kecurangan ternyata tetap mengemuka. Beberapa parpol, khususnya parpol kecil, yang merasa dicurangi, enggan menandatangani hasil rapat pleno penetapan pemenang pemilu.
Pada akhirnya, dengan mengacuhkan protes parpol tersebut, KPU menyerahkan daftar perolehan suara dan hasil akhir rekapitulasi pemilu pun disahkan pemerintah.
Pada tahun 2011, peluang anggota parpol menjadi komisioner KPU semakin tertutup dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-/IX/2011. Putusan itu menyatakan bahwa setiap calon anggota KPU dan Bawaslu harus mundur dari parpol minimal lima tahun sebelum pencalonan.
(Baca: Golkar: Ada Anggota dari Parpol, KPU Meksiko Efektif Lakukan Lobi)
"Adalah hal yang tidak sejalan dengan logika dan keadilan, jika Pemilu diselenggarakan oleh lembaga yang terdiri atau beranggotakan para peserta Pemilu itu sendiri," papar Ketua Majelis Hakim saat itu, Mahfud MD, mengutip risalah putusan MK tersebut.
Ditambah pula, merujuk risalah perdebatan amandemen UUD 1945 tahun 2001, mandiri berarti terbebas dari keanggotaan partai politik.
"Karena itu, Pansus tak boleh abai dengan putusan MK. Jadi sudah terang benderang tak ada celah untuk memasukan unsur parpol ke KPU untuk menjamin netralitas dan kemandirian KPU," lanjut Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.