Kalangan yang kontra dengan RUU ini pun mengingatkan Presiden untuk konsisten pada keberpihakannya terhadap kepentingan kesehatan masyarakat.
Klaim perlindungan petani dalam RUU Pertembakauan dinilai hanyalah topeng untuk mendorong produksi rokok.
Mereka yang menentang RUU Pertembakauan malah dinilai tidak mendukung petani menanam tembakau.
Padahal, penolakan terhadap RUU Pertembakauan bukan berarti pelarangan petani menanam tembakau atau bahkan pelarangan orang merokok.
Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Emil Salim, pernah mengungkapkan beberapa alasan penolakan RUU Pertembakauan.
Pertama, pemerintah harus menunjukkan sikap pemihakan, terutama pada kualitas kesehatan generasi muda emas Indonesia yang dapat membawa Indonesia ke tahapan lepas landas 2045.
Indonesia membutuhkan generasi yang tinggi kualitas kesehatan jasmaniah dan rohaniahnya. Pembangunan adalah hasil karya manusia yang cerdas dan sehat serta terdidik.
Oleh karena itu, pola pembangunan perlu menekankan pengembangan kualitas jasmaniah dan rohaniah generasi emas pada khususnya dan seluruh rakyat pada umumnya.
Kedua, RUU Pertembakauan ini ingin mengangkat "tembakau sebagai warisan budaya" untuk membenarkan kehadiran industri rokok sebagai wahana kebudayaan.
Secara gamblang RUU Pertembakauan mengakui bahwa tembakau yang dimaksud adalah hasil dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan species lainnya yang mengandung nikotin dan tar.
Sementara, dalam UU Kesehatan sudah dinyatakan bahwa nikotin memuat zat adiktif sehingga konsumsinya perlu dikendalikan melalui tindakan kesehatan dan pengenaan cukai tembakau.
Ketiga, isi RUU Pertembakauan terletak pada peningkatan kuantum produksi tembakau yang kemudian disusul dengan rumusan "pengendalian konsumsi produksi tembakau untuk melindungi dan menjamin kesehatan setiap warga negara".
Pengendalian konsumsi produk tembakau dilakukan melalui pengaturan yang secara terbatas mencakup hanya "pengaturan penjualan iklan, promosi, sponsor dan penerapan kawasan tanpa asap Rokok".
Menurut Emil, rumusan peraturan ini menjebak.
Di satu pihak ada maksud mengendalikan konsumsi produk tembakau, di lain pihak ada maksud meningkatkan kuantum produksi tembakau.
"Ada sifat ambilvalen dalam RUU Pertembakauan, di satu sisi tancap gas memenuhi keinginan industri rokok dan di lain pihak mengerem perokok atas dalih kesehatan. Bagaimana menjelaskan ambivalensi perumusan dua hal yang bertentangan dalam satu RUU," ujar Emil, seperti dikutip dari Harian Kompas edisi 23 Februari 2017.
http://nasional.kompas.com/read/2017/03/09/15194771/sby.usul.ada.klub.presiden.dan.mantan.presiden.jokowi.tertawa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.