JAKARTA, KOMPAS.com - Tim panitia seleksi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menggandeng sejumlah institusi negara dalam rangka mencari sosok calon hakim MK yang berintegritas.
Lembaga negara yang dimaksud, yakni Polri, Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
"Semuanya itu untuk melacak track record serta integritas mereka yang mendaftar," ujar Ketua Pansel Harjono di Gedung I Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta pada Selasa (28/2/2017).
Selain tentang integritas, Harjono menambahkan bahwa ada pengaturan lebih spesifik tentang syarat doktor hukum bagi pendaftar rekrutmen hakim MK.
Dalam ketentuan, sosok yang diperbolehkan untuk mendaftar sebagai calon hakim MK adalah yang memiliki gelar doktor. Namun, pansel sedikit melengkapi aturan itu.
"Tapi, tidak berarti gelar doktornya harus linear dengan pendidikan S1-nya. S1-nya hukum, magisternya bidang hukum lain, doktornya juga yang lain, dia punya hak untuk mendaftarkan diri," ujar Harjono.
Diketahui, pendaftaran calon hakim MK dibuka pada 22 Februari 2017. Pendaftaran ditutup pada 3 Maret 2017. Pada 10 Maret 2017, pansel akan mengumumkan nama-nama bakal calon hakim MK yang lolos syarat administrasi.
Setelah itu, nama-nama itu akan mengikuti seleksi wawancara, yakni pada 13 hingga 16 Maret 2017. Pansel kemudian akan menggodok serta mengerucutkan ke tiga nama saja.
"Tanggal 31 Maret itu sudah harus menghasilkan calon untuk diajukan ke Presiden. Presiden sendiri nanti memiliki waktu tujuh hari untuk menetapkan hakim MK definitif," ujar Harjono.
Proses seleksi dilakukan untuk mengganti hakim Patrialis Akbar yang tersangkut kasus dugaan korupsi.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi(MKMK) merekomendasikan pemberhentian secara tidak hormat terhadap Patrialis.
Dalam pertimbangannya, MKMK menilai Patrialis melanggar etik berat lantaran membocorkan putusan perkara yang sifatnya rahasia.