Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Daripada Gunakan Hak Angket, Lebih Baik Hak Interpelasi

Kompas.com - 13/02/2017, 20:03 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai sebaiknya DPR mengajukan hak interpelasi ketimbang hak angket terkait status Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Ahok kini berstatus terdakwa kasus dugaan penodaan agama. Pemerintah akan meminta saran kepada Mahkamah Agung sebelum memutuskan status Gubernur Ahok.  

 

Menurut Fahri pemerintah harus menjelaskan terlebih dahulu alasan tak memberhentikan sementara Ahok, dan malah mengaktifkannya kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Kepres (Keputusan Presiden) ini menurut saya lebih baik ditanya dulu, jadi interpelasi, lebih cocok penggunaanya ketimbang hak angket. Kalau bisa Presiden (Jokowi) datang sendiri menjelaskan ke DPR," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/2/2017).

Fahri mengatakan, di atas kertas sudah jelas sekali ketentuan untuk memberhentikan sementara Ahok dari jabatan Gubernur DKI.

(Baca: Pimpinan DPR Resmi Terima Usulan Hak Angket dari Empat Fraksi)

Hal itu berkaca pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan beberapa kepala daerah yang juga diberhentikan karena berstatus terdakwa.

"Presiden harus menjelaskan itu. Biasanya diwakili menteri, sebaiknya Presiden karena ini interpelasi, Presiden biarkan datang sendiri, sebab ini isu keberpihakan Presiden terhadap Basuki ini kuat sekali," ucap Fahri.

Fahri menilai, jika Presiden tak bicara terkait keputusannya yang tak memberhentikan Ahok, dugaan masyarakat akan keberpihakan Jokowi kepada Ahok semakin kuat.

"Semua kok exceptional kalau sudah terkait Basuki. Di KPK exceptional, padahal sudah ada temuan BPK. Sumber Waras juga. Kasus kemarin (penistaan agama) juga harus didemo besar-besaran dulu baru disikapi. Ini ada apa," lanjut Fahri.

Saat ini, Ahok didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.

Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara itu, Pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.

Soal tak dinonaktifkannya Ahok, Kemendagri beralasan karena dakwaan untuk mantan Bupati Belitung Timur itu alternatif dengan ancaman hukuman kedua pasal bukan minimal lima tahun penjara. 

Kemendagri akan menonaktifkan Ahok jika jaksa penuntut umum nantinya menuntut lima tahun penjara.

"Kan sudah saya bilang, itu ancaman lima tahun penjaranya dakwaan alternatif. Mas dan Mbak cek aja di semua pengadilan soal kepala daerah yang saya berhentikan, apa ada yang dakwaan alternatif?" papar Mendagri Tjahjo Kumolo, di Kompleks Parlemen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com