JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono "melempar bola panas" ke Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya.
Presiden keenam RI itu menuntut penjelasan Jokowi dan respons penegak hukum atas dugaan penyadapan yang menimpa dirinya.
Perasaan SBY bahwa dirinya disadap muncul sebagai reaksi atas fakta persidangan kasus calon gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan dua, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang disangka menodai agama.
Dalam persidangan Selasa (31/1/2017), kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat, bertanya kepada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin yang menjadi saksi terkait komunikasi teleponnya dengan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Humphrey menyebut komunikasi itu terjadi pada Kamis, 6 Oktober 2016, pukul 10.16 WIB.
Isinya, SBY meminta agar diatur pertemuan antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan pasangan cagub nomor pemilihan satu, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.
Selain itu, SBY juga disebut meminta agar segera dikeluarkan fatwa terkait penodaan agama yang diduga dilakukan Ahok.
Humphrey juga menyatakan memiliki bukti mengenai komunikasi telepon itu. SBY menyimpulkan bahwa bukti yang dimiliki itu berupa rekaman ataupun transkrip percakapan antara dirinya dan Ma'ruf.
"Saya juga memohon Pak Jokowi, Presiden kita, berkenan memberikan penjelasan, dari mana transkrip atau sadapan didapat itu, siapa yang menyadap, supaya jelas. Yang kita cari kebenaran," kata SBY.
SBY mengatakan, "bola" saat ini bukan ada pada dirinya, Ma’ruf Amin, ataupun Ahok dan pengacaranya.
Namun, "bola" berada di tangan Polri dan penegak hukum lain untuk segera mengusut dugaan penyadapan ini.
"Kalau yang menyadap institusi negara, 'bola' di tangan Bapak Presiden Jokowi. Saya hanya memohon keadilan karena hak saya diinjak-injak dan privasi saya yang dijamin UU dibatalkan dengan cara disadap secara tidak legal," ucap SBY. (Baca: SBY: Sekarang "Bola" Ada di Tangan Penegak Hukum dan Presiden)
Tak bersambut
Presiden Jokowi justru meminta SBY tidak mengaitkan hal di dalam persidangan Ahok dengan dirinya.
Presiden menyarankan, SBY langsung mengklarifikasinya kepada Basuki Tjahaja Purnama beserta kuasa hukumnya.