Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2017, 09:59 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

Kompas TV Polisi Dalami Dugaan 17 WNI Terlibat Kelompok ISIS

Mereka mesti tertahan di safe house sekitar Suriah dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Namun, dengan berhasilnya ideologi ISIS merasuki nalar dan akal orang-orang kelas atas, Harits memandang tidak ada perubahan pola rekrutmen dari kelompok radikal.

"Penyebaran ideologi ini random. Bisa menyasar siapa saja. Bisa dari kalangan sipil sampai polisi, PNS dan berbagai macam latar belakang pekerjaan lain," ujar Harits.

Peran media sosial dinilai tetap menjadi medium yang paling ampuh dalam penyebaran paham radikalisme itu.

Tidak adanya perubahan pola rekrutmen ini menyanggah pernyataan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Rikwanto yang mengatakan, perekrut WNI untuk bergabung ke ISIS sudah merambah ke tingkat yang lebih tinggi.

Oleh sebab itu, Harits menilai, saat ini tengah terjadi perang siber. Dunia maya atau media sosial menjadi ajang perebutan perhatian, pikiran dan hati masyarakat antara kelompok ekstremis dengan yang lainnya.

Siapapun yang menampilkan gagasan yang menarik, maka potensi seseorang menjadi simpatisan kian besar.

Maka tidak heran di tengah peperangan itu, ada satu dua kelas ekonomi atas, orang-orang terdidik, terjerat ke dalam pemahaman itu. Fenomena ini pada akhirnya bisa berdampak buruk.

"Jika orang-orang 'berkelas' saja ikut (ISIS), kenapa yang bawah tidak? Nanti muncul opini begini. Artinya, orang-orang berkelas yang masuk ISIS bisa menjadi ikon bahkan inspirasi bagi yang lain," ujar Harits.

Harits menyarankan agar aparat yang berwenang dalam bidang radikalisme dan terorisme untuk bekerja lebih efektif dan efisien dalam menangkal penyebaran ideologi itu.

"Salah satu contohnya, jangan dikira kalau aparat atau media membesar-besarkan kasus Triyono ini tidak ada dampaknya. Ada. Ke depan bisa melahirkan buah simalakama. Triyono akan menjadi bahan mengindoktrinasi orang lain agar yakin dengan gagasan yang ditawarkan. Ini berbahaya," ujar Harits.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:



Terkini Lainnya

Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Nasional
Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Nasional
Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Nasional
Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Nasional
KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

Nasional
Rotasi Pj Gubernur, Mendagri Bantah Presiden Cawe-cawe Pilkada 2024

Rotasi Pj Gubernur, Mendagri Bantah Presiden Cawe-cawe Pilkada 2024

Nasional
PDN Diserang 'Ransomware', Komisi I Ingatkan Pentingnya Peningkatan Keamanan Siber

PDN Diserang "Ransomware", Komisi I Ingatkan Pentingnya Peningkatan Keamanan Siber

Nasional
PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

Nasional
Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Nasional
Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Nasional
Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Nasional
Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Nasional
Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: 'Nusantara Baru, Indonesia Maju'

Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: "Nusantara Baru, Indonesia Maju"

Nasional
KPI Tegaskan Belum Pernah Terima Draf Resmi RUU Penyiaran

KPI Tegaskan Belum Pernah Terima Draf Resmi RUU Penyiaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com