Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budaya Tionghoa di Jakarta dan Cerita Gedung Candra Naya

Kompas.com - 25/01/2017, 07:18 WIB
Sheila Respati

Penulis

KOMPAS.com - Rumah kuno di Jalan Gajah Mada 188, tepatnya di dalam superblok Green City Square tersebut tampak rendah jika dibandingkan dengan bangunan hotel, apartemen, dan perkantoran yang mengelilinginya.

Namun, pada tahun 1800-an rumah yang kini dikenal dengan nama Gedung Candra Naya tersebut dipandang “tinggi” oleh masyarakat sekitar.

Rumah tersebut adalah kediaman Mayor  China Khouw Kim An, pemimpin masyarakat Tionghoa di era pemerintahan Hindia-Belanda. Tidak jelas kapan rumah tersebut dibangun karena tidak ada petunjuk Nien Hao, atau tahun pemerintahan kaisar China yang tertera.

Hanya disebutkan bahwa bangunan didirikan pada musim gugur di tahun kelinci api. Pada penanggalan China bisa terjadi di tahun 1807 atau 1867. Perjalanan hingga rumah tersebut menjadi bangunan yang saat ini dikenal sebagai Gedung Candra Naya, cukup panjang.

Pada tahun 1942 Mayor Khouw Kim An ditangkap oleh pemerintah kolonial Jepang di Indonesia, dipenjarakan di Cimahi, dan meninggal tahun 1945.

(Baca: Candra Naya, Rumah Tua Mayor Tionghoa di Jakarta)

“Setelah Khouw Kim An meninggal, rumah menjadi kepemilikan bersama ahli warisnya, keluarga dan anak-anaknya,” ujar Ketua Tim Pemugaran Candra Naya Dr Ir Naniek Widayati, MT, saat ditemui Kompas.com di kantornya di Universitas Tarumanegara, Selasa (24/1/2017).

Naniek mengatakan pada tahun 1960-an rumah tersebut disewakan kepada Perkumpulan Sosial Sin Ming Hui yang merupakan bagian dari gerakan pendidikan dari China Tiong Hoa Hwe Kwan.

Tahun 1965, saat nama dengan tiga suku kata dilarang digunakan di tanah air, nama Sin Ming Hui yang artinya bulan yang menyinari,  kemudian diganti menjadi Perkumpulan Sosial Candra Naya.

Perkumpulan Sosial Candra Naya menggunakan bangunan sebagai kantor serta tempat pelayanan pendidikan dan kesehatan. Sejak saat itulah rumah tersebut dikenal dengan nama Gedung Candra Naya.

Candra Naya adalah cikal bakal dari beberapa instansi yang ada sekarang yaitu Universitas Tarumanegara, RS Sumber Waras, dan RS Husada.

(Baca: Menjelajah Dua Era di Gedung Candra Naya)

“Tahun 1993, kami datang sebagai peneliti untuk mengkonservasi bangunan. Kami data elemen-elemen yang ada dan menemukan bahwa bangunan di belakang sudah tidak ada, sudah roboh. Tanah dan rumah sudah menjadi milik PT Thai Kit. Entah bagaimana ceritanya, tetapi kami saat itu hanya fokus pada konservasi,” kata Kepala Program Studi S2 Arsitektur Universitas Tarumanegara tersebut.

Kemudian, pengembang properti PT Modernland Realty membeli tanah di area rumah tersebut dan mendapat izin untuk membangun tower di belakang lokasi rumah. Rumah tersebut tetap menjadi cagar budaya tetapi tanahnya dimiliki swasta.

KOMPAS.com/SHEILA RESPATI Gedung Candra Naya atau Rumah Mayor masih berdiri kokoh di antara apartemen dan pusat perbelanjaan megah di kawasan Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat. Gedung ini sudah berusia ratusan tahun dan dulunya dimiliki seorang pengusaha China sukses, Khouw Kim An yang kemudian diangkat sebagai Mayor oleh pemerintah Hindia Belanda.
Pembangunan dimulai, namun alat berat tidak dapat masuk karena akses tertutup oleh dua paviliun di sayap kiri dan kanan rumah. Setelah izin pembangunan keluar, akhirnya diputuskan oleh pemerintah DKI Jakarta saat itu paviliun boleh dibongkar, asalkan dibangun kembali.

“Kami tim pemugaran Candra Naya dengan teliti menggambar bentuk bangunan tersebut, mendata bentuknya, isinya seperti apa, ornamennya, supaya dapat dibangun kembali dengan bentuk yang sama,” ujarnya.

Janji pembangunan kembali dua paviliun tersebut ditepati, namun di saat yang bersamaan terjadi krisis moneter. Keamanan negeri pun terganggu dan terjadilah kerusuhan Mei 1998.

“Yang punya rumah, ahli waris, melarikan diri. Baru 13 tahun kemudian proses pembangunan kembali bisa terselesaikan,” cerita Naniek.

Pada tahun 2006 pemilik rumah mendapat kesadaran penuh untuk memugar dan mengkonservasi rumah utama dan bangunan pelengkapnya. Proses pemugaran hingga tampilan rumah tersebut menjadi seperti saat ini selesai di tahun 2008.  

Refleksi kecerdasan Khouw Kim An

KOMPAS.com/SHEILA RESPATI Gedung Candra Naya sudah berusia ratusan tahun dan dulunya dimiliki seorang pengusaha China sukses, Khouw Kim An yang kemudian diangkat sebagai Mayor oleh pemerintah Hindia Belanda.
Ada sebuah pemandangan unik di area dalam rumah utama. Atap terbuat dari kaca dan menjadi akses utama cahaya matahari masuk ke dalam ruah.

Atap tersebut ternyata dibuat sejak rumah tersebut dibangun, bukan modifikasi modern yang dibuat oleh tim konservasi.

Atap dari kaca tersebut merupakan pengganti tian jin, atau sumur langit dalam istilah filosofi bangunan China.

Setiap rumah tapak dengan model arsitektur China memiliki tian jin, yaitu bagian terbuka pada atap yang menghubungkan area inner-court (dalam rumah) dengan udara luar.

“Di sini terlihat bahwa Khouw Kim An sudah sangat pandai memodifikasi filosofi bangunan China disesuaikan dengan kondisi iklim di Indonesia yang tropis dan hujannya tidak terkira. Atap tidak dibuat terbuka melainkan ditutup dengan atap kaca atau istilahnya dibuat menjadi skylight,” ucap Naniek.

Ia berasumsi, Khouw Kim An sudah memperkirakan jika atap dibuat terbuka, maka ketika hujan, ruang tengah yang menjadi lokasi aktivitas keluarga akan terguyur hujan. Aktivitas pun terganggu.

“Tetap ada kotakan terbuka tapi dibuat tertutup atap kaca,” kata Naniek.

Saksi bisu dua pergolakan politik

Rumah tersebut sebenarnya memiliki “saudara kembar”.  Ayah Khouw Kim An, yaitu Khouw Tian Sek sebenarnya membangun tiga rumah dengan struktur, bentuk, dan luas yang sama di Molenvliet West, nama area Gajah Mada pada masa kolonial Belanda, untuk ketiga anak laki-lakinya.

Namun saat ini hanya rumah milik Mayor Khouw Kim An saja yang tersisa. Dua rumah lainnya sempat dimanfaatkan sebagai Kedutaan Besar China dan sekolah SMA Negeri 2. Pada tahun 1965, pada saat terjadi G 30 S PKI terdapat gerakan anti Baperki, asosiasi dagang China. Dua rumah tersebut dihancurkan.

“Kalau ditanya mengapa hanya rumah Khouw Kim An yang tersisa? Jawabannya tidak tahu, barangkali Tuhan ingin rumah itu tetap bertahan sampai sekarang sehingga bisa jadi saksi sejarah,” kata Naniek.

Pada tahun 1998 ketika kerusuhan Mei 1998 bergejolak, rumah ini berada dalam tahap pemugaran dan konservasi yang ditangani oleh Tim Independen Pemugaran Candra Naya di bawah supervisi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.

Tim pemugar sempat takut rumah tersebut menjadi sasaran massa dan material yang diselamatkan dari bangunan aslinya musnah .

“Saat itu gazebo yang bentuknya knock-down sudah terpasang tinggal didirikan saja. Kemudian kerusuhan dan bakar-bakaran terjadi. Saya sempat khawatir,” lanjutnya.

Namun akhirnya, rumah itu selamat dari amuk massa dan bisa dipugar hingga hasilnya bisa dinikmati warga Jakarta saat ini. Keberadaan gedung Candra Naya ini pun semakin menguatkan budaya Tiong Hoa yang sudah berabad-abad ada di Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com