Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mayoritas Calon Hakim Tipikor Dianggap Tak Layak Dipilih

Kompas.com - 10/10/2016, 13:16 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Caesar mengatakan, sebagian besar calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi yang ikut seleksi beberapa waktu lalu tidak memenuhi kualifikasi.

Ia mengatakan, berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan bersama Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Indonesia (MaPPI FH UI) dan sejumlah Lembaga Sosial Masyarakat lainnya, ada 49 calon hakim bermasalah lantaran integritasnya diragukan.

Selain itu, lanjut dia, para calon hakim juga tidak memiliki kompetensi yang baik sebagai calon hakim ad hoc Tipikor.

"Bahkan ketika ditanyakan pertanyaan paling sederhana seperti bentuk-bentuk korupsi, dia tidak paham, pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor dia tidak bisa menjelaskan cukup baik," ujar Aradila di Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2016).

Menurut dia, proses seleksi dilakukan guna mendapatkan calon hakim yang kompeten. Maka dari itu, kata dia, calon hakim tersebut semestinya sudah memahami lingkup tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya.

"Sayangnya orang-orang ini tidak punya pahaman yang cukup," kata dia.

Ia menambahkan, secara umum para calon hakim ini masuk dalam kategori para "pencari kerja". Mereka, kata Aradila, di antaranya berasal dari anggota partai, karyawan swasta, karyawan BUMN, dan wiraswasta.

"Jadi tidak punya korelasi dengan pekerjaan sebagai hakim," kata dia.

Adapun yang berkaitan langsung dengan dunia peradilan, lanjut dia, berlatar belakang advokat dan hakim ad hoc pengadilan hubungan industrial (PHI) yang "loncat pagar" ingin menjadi hakim ad hoc tipikor.

"Itu kan bukan spesialisasinya dia. Dia punya riwayat pekerjaan di perusahaan HRD dan sebagainya dicalonkan oleh serikat pekerja menjadi calon hakim ad hoc PHI kemudian masa baktinya berakhir dan loncat pagar ke ad hoc tipikor," kata dia.

Penelusuran dilakukan terhadap seluruh calon hakim ad hoc Tipikor, yakni 85 orang. Selain mendapati sekira 49 orang bermasalah, lanjut Aradila, sebanyak tiga orang masuk dalam kategori hijau.

Sementara enam orang lainnya, masuk dalam kategori kuning. Enam orang ini, kata Aradila, masih bisa dipertimbangkan untuk lolos seleksi.

Sementara sekitar 20 orang calon hakim lainnya, lanjut dia, pihaknya kesulitan mengakses informasi. Sebab, calon hakim tersebut berada di daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com