Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Konsultasi Peraturan KPU di DPR

Kompas.com - 29/09/2016, 21:42 WIB

Oleh:
Fadli Ramadhanil
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

Kewajiban konsultasi peraturan Komisi Pemilihan Umum dengan pemerintah dan DPR sudah sejak lama dinilai tidak tepat. Prinsip paling mendasar yang dilanggar adalah kepastian kemandirian penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.

Hal ini semakin mendapatkan soroton ketika di dalam Pasal 9 Huruf a Undang-Undang No 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) sebagai regulasi pilkada terbaru menyebutkan salah satu kewenangan KPU adalah ”…menyusun dan menetapkan peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat”.

Kekeliruan proses konsultasi

Pengaturan ini tentu saja semakin memperdalam kekeliruan proses konsultasi peraturan KPU yang telah ada sebelumnya.

Jika di dalam UU No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu tidak ada frase ”keputusannya bersifat mengikat”, UU No 10/2016 justru semakin menutup kemungkinan KPU mandiri sepenuhnya dalam menyusun peraturan sebagai salah satu kewenangannya sebagai lembaga penyelenggara pemilu.

Akibat pengaturan ini, draf peraturan yang sudah disusun KPU mesti ”diperiksa” terlebih dahulu oleh DPR dan pemerintah. Jika ada yang tidak sesuai menurut DPR dan pemerintah, mereka akan mengeluarkan rekomendasi untuk mengubah peraturan KPU. Rekomendasi inilah yang bersifat mengikat dan wajib dituruti KPU.

Jika dilihat dari prinsip kemandirian kelembagaan penyelenggara, kewajiban konsultasi kepada DPR dan pemerintah jelas sesuatu yang keliru. Hal ini karena sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU dijamin kemandiriannya oleh konstitusi, sebagaimana disebut di dalam Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945.

Menyusun peraturan teknis penyelenggaraan pilkada merupakan salah satu kewenangan KPU yang tidak boleh diintervensi dan dicampuri oleh siapa pun.

Oleh sebab itu, ketika ada kewajiban untuk mengonsultasikan peraturan KPU kepada pemerintah dan DPR di dalam UU Pilkada, ini jelas ketentuan yang inkonstitusional.

Di samping itu, jika melihat konstruksi Pasal 9 Huruf a UU No 10/2016, yang mengatur tentang konsultasi peraturan KPU, menyebutkan bahwa ”konsultasi dilakukan oleh KPU dengan DPR dan pemerintah”.

Hal itu berarti mulai dari proses dan hasil konsultasi yang dikeluarkan dalam bentuk rekomendasi kepada KPU haruslah dikeluarkan atas nama kelembagaan DPR dan pemerintah.

Pertanyaannya sekarang, apakah proses konsultasi dan rekomendasi yang dikeluarkan kepada KPU sudah secara legal-formal dan konstitusional dikeluarkan atas nama DPR dan pemerintah? Faktanya tidak. Proses konsultasi hanya terbatas dilakukan Komisi II DPR (alat kelengkapan) dan Dirjen Otonomi Daerah (wakil Kemendagri) bersama dengan KPU.

Sikap pemerintah sebagai salah satu pihak yang sah di dalam proses konsultasi juga mengherankan, khususnya untuk keputusan memperbolehkan orang berstatus terpidana percobaan menjadi calon kepala daerah.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri yang hampir selalu mewakili pemerintah dalam proses konsultasi peraturan KPU di DPR, anehnya justru bersikap berbeda dengan apa yang disampaikan Menteri Dalam Negeri.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com