JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, pimpinan padepokan di Probolinggo, Kanjeng Dimas Taat Pribadi, sudah lama menjadi incaran polisi.
Peristiwa bermula saat adanya temuan jenazah di Situbondo pada April 2015. Diduga jenazah tersebut santri padepokan milik Taat Pribadi yang menjadi korban penganiayaan.
"Waktu itu berhasil ditemukan alat bukti penindakan mereka yang terlibat, enam orang ditangkap yang merupakan anak didik Taat Pribadi," ujar Boy di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/9/2016).
(Baca: Polisi Buka Posko Pengaduan Korban Dimas Kanjeng)
Dalam waktu bersamaan, ditemukan lagi jenazah santri di padepokan Taat Pribadi. Ternyata, jenazah itu merupakan korban penganiayaan oleh anak didik Taat Pribadi.
Dengan demikian, dalam dua peristiwa tersebut, sebagian besar santri Taat Pribadi ditetapkan sebagai tersangka.
Setelah dilakukan pengembangan, diketahui adanya keterlibatan Taat Pribadi dalam dua peristiwa tersebut.
"Dari pengembangan 10 tersangka ini patut diduga ada keterlibatan Taat Pribadi, maka dilakukan pemanggilan," kata Boy.
Namun, panggilan tersebut diabaikan Taat Pribadi. Dalam kurun setahun, polisi berupaya melakukan pendekatan berupa ajakan untuk pemeriksaan.
Taat Pribadi masih tak memenuhi panggilan itu. "Karena tidak hadir, dilakukan upaya paksa berkaitan dengan penemuan jenazah diduga karena penganiayaan itu," kata Boy.
Taat Pribadi ditangkap polisi pada Kamis (22/9/2016). Polisi masih didalami terkait dugaan praktik penipuan modus penggandaan uang yang dilakukannya.
(Baca: Diduga Membunuh dan Menipu, Alasan Pengasuh Padepokan Kanjeng Dimas Ditangkap)
Namun, saat ini, polisi masih fokus pada kasus utama, yakni dugaan pembunuhan terhadap dua murid Dimas, Abdul Ghoni dan Ismail.
Penangkapan terhadap Kanjeng Dimas karena dia sudah tiga kali mangkir dipanggil Polda Jatim untuk diperiksa soal dugaan pembunuhan yang dilakukan.
Penangkapan tersebut melibatkan seribu polisi dari Polres Probolinggo dan Polda Jatim dengan bersenjata lengkap beserta sejumlah mobil khusus pengurai massa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.